123. Birth

709 133 30
                                    

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙
Author : T97

English Translator : Lianyin

Indonesian Translator : shenyue_gongzu
.


.

.

Bertahun-tahun yang lalu.

Sebuah perahu kecil. Buddha Sejati duduk di depan, sementara Jing Lin berdiri di belakang. Perahu meluncur melintasi kolam teratai, meninggalkan jejak riak di belakangnya. Kabut air meresap ke udara, dan Jing Lin mengulurkan tangan untuk memegang kabut putih susu di telapak tangannya. Dia mengangkat dan menurunkan kepalanya, tidak tahu apa dia berada di langit atau di atas air.

Di tengah pantulan bunga teratai yang saling bersilangan, Buddha Sejati duduk tegak dan menatapnya sambil tersenyum saat dia melantunkan sutra dengan gumaman pelan.

Jing Lin baru berusia delapan tahun. Setengah dari jubah yang dia kenakan tertinggal di samping kakinya. Dia menggunakan tangannya untuk menangkap kabut, dan kabut itu menyebar di antara jari-jarinya lagi seperti mimpi ilusi.

"Apa itu Jalan?" Telapak tangan Jing Lin basah. Dia dengan gelisah mencengkeram mereka erat-erat dan dengan polos meletakkannya di belakang punggungnya saat dia melihat Buddha Sejati. "Yang Mulia, Jalan itu apa?"

"Itu adalah kabut di telapak tanganmu." Buddha Sejati menjawab. "Bunga di depan matamu."

JingLin berkata, "Kalau begitu, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dipahami. Aku tidak menginginkannya."

Buddha Sejati menurunkan jarinya untuk menyentuh air kolam dan berkata, "Jalan Agung tidak berbentuk. Bahkan jika kau tidak menginginkannya, ia akan tetap datang mencarimu."

Kabut air membasahi mata Jing Lin, membuat mata itu menjadi gelap dan cerah. Dia mengatupkan jari-jarinya di punggungnya dan berkata dengan keras kepala, "... Aku tidak menginginkannya."

Buddha Sejati tersenyum dan berkata, "Baiklah."

Jing Lin bertanya lagi, "Jika aku pergi bersamamu, maka aku juga akan menjadi biksu? Aku tidak bisa makan daging lagi?"

Buddha Sejati mengamatinya dan berkata, "Itu benar."

Jing Lin menemukan ekspresi di matanya penuh kasih sayang. Dia tampak seolah-olah memiliki banyak hal untuk dikatakan, namun pada saat yang sama dia adalah orang yang tidak banyak bicara. Seolah-olah dia puas hanya dengan melihat Jing Lin dari jauh, dari seberang kabut, melintasi pegunungan.

Jing Lin tidak takut. Dia membusungkan dadanya dan mengumpulkan cukup keberanian untuk berkata, "Tapi aku, aku ingin makan daging..."

Buddha Sejati berkata, "Kau berbeda dari semua yang ada di dunia."

Jing Lin menundukkan kepalanya dan berkata, "Aku manusia."

Buddha Sejati menoleh untuk melihat burung bangau yang bertebaran karena terkejut di antara hamparan air yang luas. Langit tiba-tiba menjadi gelap, dan embusan angin bertiup melewati mereka. Terpantul di permukaan air adalah bayangan makhluk raksasa yang hawa keberadaannya sangat mengesankan, begitu menakutkan sehingga membuat orang menggigil saat berkeliaran.

Buddha Sejati berkata, "Lihatlah langit ini."

Jing Lin mengangkat kepalanya. Semua kabut itu tertiup angin. Dia melebarkan matanya, matanya yang cerah dan jernih memantulkan sosok yang begitu agung dan besar sehingga membuatnya sedikit ternganga.

[END] Nan Chan (南禅) | Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now