027. Mountain City

1.6K 346 101
                                    

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙
English Translator : Lianyin
Indonesian Translator : shenyue_gongzu
.
.
.

Di malam harinya, mereka tidur dengan posisi saling memunggungi. Sosok batu itu tidur di dada Cang Ji, naik dan turun mengikuti setiap gerakan memompa udara di dada Cang Ji. Batu itu masih tidur, tapi Jing Lin sudah bangun. Hujan mulai turun lagi di luar. Guntur menggelegar.

Jing Lin mendengarkan hujan saat dia bermeditasi. Dia baru saja akan beristirahat ketika tiba-tiba dia mendengar suara lonceng yang samar-samar berbunyi di tengah hujan. Lonceng itu membuat pikirannya melayang keluar dari ruangan dimana dia melihat pemandangan lain yang menunjukkan suatu adegan padanya.

Hujan masih terus mengguyur.

Seorang anak bertelanjang kaki muncul dari pagar bambu dan melompat ke arah gubuk jerami dengan daun gemuk di kepalanya. Di dalam rumah itu gelap dan berbau obat busuk. Anak muda itu berlari ke ruang dalam, meninggalkan jejak kaki berlumpur. Seorang pria yang sakit-sakitan dan kurus sedang tidur di sofa tua.

Anak kecil itu berlutut di tepi sofa. Bermandikan hujan, matanya bersinar lebih terang. Dia mengeluarkan bungkusan kertas minyak dari bawah kain tipisnya dan memisahkan lapis demi lapis. Yang tersimpan di dalamnya adalah kue gula seukuran telapak tangannya. Melihat kue gula, dia tidak bisa menahan untuk menelan ludahnya. Dia mendorong pria itu.

Mata pria itu tertutup.

Anak itu berbisik. "Ayah, makan kue."

Pria itu menutup telinga.

Anak itu mendorong kue ke samping bantal pria itu dan bangkit untuk berlari keluar. Dia baru saja melewati ambang pintu ketika dia berbalik. Dia mengusap jarinya dimana ada bekas kue gula dan menaruhnya di mulutnya untuk merasakannya. Sebelum dia bisa menikmati manisnya, dia mendengar langkah kaki di luar pintu.

"Chuanzi." Wanita itu melepas tudungnya yang basah, memperlihatkan wajah polosnya. Dia lebih kuat dari yang lain, karena itulah dia bisa membawa kayu bakar dan menggunakan cangkul untuk merawat seorang suami dan seorang anak. Menyeka hujan dari wajahnya, dia duduk di pintu untuk mengistirahatkan kakinya dan memanggil anaknya yang masih kecil. "Kenapa kau tidak memakai sepatu lagi?"

Anak kecil itu terkikik dan mengulurkan kakinya yang berlumpur untuk menunjukkannya. Wajah wanita itu tersembunyi dalam bayang-bayang. Jing Lin tidak bisa melihatnya dengan jelas. Dia hanya bisa merasakan anak itu maju beberapa langkah. Anak itu kemudian melemparkan dirinya ke dalam pelukan wanita itu dan memanggilnya "ibu" dengan penuh kasih. Wanita itu memeluk dan berbicara dengannya dengan kepala menempel di kepalanya. Suara hujan meredam kata-kata itu, jadi Jing Lin tidak bisa mengerti apa yang dia katakan. Anak itu mengangkat tangannya untuk memeluk leher wanita itu, bertingkah seperti anak yang dimanja.

Jing Lin memandang dengan dingin. Dia tidak punya ibu, jadi dia tidak tahu di bagian mana asyiknya memiliki ibu. Dia melihat anak itu melompat kegirangan, lalu tertidur di pelukan wanita itu. Wanita itu menggendong anak itu dengan satu tangan di punggungnya. Saat dia menatap hujan di luar, dia menyenandungkan sebuah lagu untuk menidurkannya.

Suara hujan semakin cepat.

Ada beban berat di punggung Jing Lin, yang hampir menekannya ke tempat tidur. Dia bangun dalam sekejap. Dengan susah payah, dia berguling. Wajah Cang Ji tepat di hadapannya; Dia tertidur lelap.

Jing Lin menarik tangannya dan memijat alisnya. Cang Ji tiba-tiba mengendus dan berkata dengan mata masih tertutup, "Biarkan aku menggigit selagi gelap dan hujan."

"Sekarang kau bisa menelan segala sesuatu, kau bisa makan biji-bijian juga." Jing Lin meraba-raba di samping bantalnya tetapi tidak menemukan kipasnya.

Cang Ji mengangkat tangannya untuk membuka kipas lipat dan melambaikannya beberapa kali sambil berkata, "Biji-bijian fana hanya bisa mengisi perut. Aku tidak peduli tentang itu. Kau baru saja bermimpi, bukan?" Dia membuka mata sedikit. "Kau memanggil 'ibu' sebelumnya."

[END] Nan Chan (南禅) | Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now