068. Husband and Wife

1.6K 296 376
                                    

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙
English Translator : Lianyin
Indonesian Translator : shenyue_gongzu
.
.
.

Jing Lin pernah melakukan perjalanan ke utara selama akhir musim semi. Dia ingat perahu itu melakukan perjalanan sendirian di antara hamparan air dan awan yang luas, di mana Langit dan Bumi memiliki satu warna. Bagian depan jubahnya basah karena hujan, dan lengan bajunya yang lebar, dipenuhi aroma. Bunga-bunga berjatuhan di kedua tepi sungai terkurung dengan pedang panjang di punggungnya. Dia melihat ke dalam air dan melihat bahwa satu sisi awan telah terbelah menjadi karakter '八' di mana ekor hitam telah menyatu menjadi lautan awan.

Jing Lin tidak bisa menahan untuk melihat ke atas, ke lapisan awan yang berjenjang. Bayangan naga itu melintasi sungai, menyelimuti perahu kecil di bawahnya. Kabut halus di sungai bergerak seiring desakan angin. Jing Lin mengambil langkah ke samping saat matanya mengikuti lintasan bayangan naga.

Jing Lin dalam keadaan linglung ketika dia mendengar "gemerincing" dari lonceng tembaga yang dipasang di pergelangan tangannya. Dia mengangkat tangannya untuk memeriksa dan melihat benang merah yang mengarah dari lonceng gantung di pergelangan tangannya ke lapisan awan.

Jing Lin tidak tahu benang merah apa ini. Dia mengangkat lengannya untuk menariknya dan mendengar auman naga di langit. Kabut tiba-tiba menghilang, dan sepasang mata naga muncul di depan kapal. Air di sekitarnya tiba-tiba memercik saat tubuh besar canglong (naga hitam) terjun ke air. Itu mengelilingi perahu dalam cun persegi.

*Benang merah adalah Benang Takdir atau Pernikahan, yang digunakan untuk menghubungkan dan menyatukan dua kekasih yang ditakdirkan bersama.

*方寸 square cun; Satuan luas Cina: 1 cun × 1 cun, atau 3⅓ cm × 3⅓ cm.

Rambut di pelipis Jing Lin sedikit basah. Melihat mata naga yang menatap lekat-lekat padanya membuatnya sedikit takut. Dia ingin mundur, tetapi benang merah melingkari pergelangan tangannya dan menariknya, bersama dengan perahunya, bahkan lebih dekat ke naga itu. Sisik dingin, basah, dan licin mengusap bahu dan lengannya. Tubuh besar itu secara bertahap mengencangkan dirinya di sekitarnya, menahan Jing Lin dalam kurungannya. Semakin sulit bagi Jing Lin untuk bernapas. Dia tidak bisa menahan untuk berteriak kesakitan. Telapak tangannya mendorong sisik naga yang begitu keras dan tajam hingga hampir menggores tangannya.


◎◎◎

Jing Lin tiba-tiba membuka matanya. Gejolaknya belum memudar, dan dia bersimbah peluh. Dunia di depannya melintas. Dia tidak lagi tahu jam berapa sekarang. Yang bisa dia lihat hanyalah bahu Cang Ji yang telanjang saat yang terakhir terbaring di atasnya. Dia memejamkan mata untuk menenangkan napasnya. Hanya ketika dia merasakan sakit di pinggangnya karena pelukan Cang Ji barulah dia menyadari dari mana realisme dalam mimpinya itu berasal.

Jing Lin menarik tangan dari celah di antara mereka. Saat dia menyisir rambutnya yang kusut, dia teringat sesuatu. Sambil mengerutkan kening, dia mengendus apa yang tampak seperti bau yang tertinggal di antara jarinya. Dia melihat sekeliling pergelangan tangannya dan melihat bahwa benang spiritual Cang Ji telah mengikatnya dengan aman. Kepalanya terasa sakit.

"Mendengarmu terengah-engah. Apa yang kau impikan?" Mata Cang Ji tetap tertutup, tapi dia sudah lama terbangun.

"Sedikit dari masa lalu." Terasa berat dan panas di atas tubuhnya. Jing Lin mendorong bahu Cang Ji dan memberi isyarat agar dia menyingkir.

"Siapa yang kau impikan?" Cang Ji dengan teguh menegakkan tubuhnya.

"...Aku tidak ingat." Jing Lin menjawab.

[END] Nan Chan (南禅) | Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now