082. Buddha's Lotus

1.2K 262 92
                                    

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙
English Translator : Lianyin
Indonesian Translator : shenyue_gongzu
.
.
.

Shuran seperti ikan di atas talenan yang siap disembelih. Cang Ji mengangkatnya dengan mencengkram belakang lehernya. Semburan kekuatan yang menakutkan dari lengan itu membuat wajah Shuran menjadi merah karena darah. Dia hanya bisa membuka satu mata dengan susah payah. Ketika dia melihat Cang Ji, dia gemetar dan berteriak dengan suara parau. "Dijun, Dijun!"

Mata Cang Ji suram saat dia sedikit memiringkan kepalanya dan berkata kepada orang-orang di belakangnya, "Mundur tiga zhang."

*丈, zhang; ukuran panjang, sepuluh kaki Cina (1 zhang = 3,3 m)

Shuran gemetaran ketika menyadari Cang Ji yang ada dibelakangnya tidak sedang berbicara dengannya, tetapi kepada murid-murid Ninth Heaven Gate di belakangnya yang bergegas mendekat. Para murid tidak mengenali Cang Ji, tetapi ketika mereka melihatnya menjatuhkan Shuran hanya dalam satu pukulan sebelumnya, mereka mengira bahwa Cang Ji adalah seorang master dari sekte. Jadi ketika mereka mendengar teriakannya, mereka tidak berani melangkah lebih jauh.

Jing Lin tetap diam, sama sekali tidak menyadari keributan yang menghancurkan bumi di hadapannya. Kelima inderanya ditutup, dan lautan spiritualnya mengamuk seperti badai saat mengalir menuju "pintu" di dadanya untuk menyeberang ke tahan selanjutnya. Rasa sakit yang tajam meledak di seluruh tubuhnya. Di antara gelombang pasang energi spiritual, bentuk aslinya, yang sedingin dan sejernih air, secara bertahap tenggelam ke dalam lautan spiritualnya. Setelah terbenam di dalamnya, itu berputar dan menghilang. Segera setelah itu, aura spiritualnya berputar di udara. Bilahnya tiba-tiba mulai bersinar lagi, inci demi inci. Sekali lagi, perlahan-lahan muncul, diasah dan ditumbuk seolah-olah sedang ditempa kembali.

Tahap Kesempurnaan sudah dekat, tepat dalam jangkauan Jing Lin. Tidak ada yang boleh menyentuhnya pada saat kritis seperti itu. Selain itu, Yan Quan sudah terlepas dari tangannya. Pedang itu memaku dirinya ke tanah di samping Jing Lin, menandai lingkaran setengah zhang di sekitar Jing Lin untuk menjaganya sehingga tidak ada yang bisa mendekatinya.

Murid-murid itu melangkah pelan dan mundur dengan cara yang bisa dikatakan berjinjit. Seseorang berkata, "Senior, Laut Darah sudah datang. Apa kita harus membimbing yang lain untuk melarikan diri sekarang?"

Cang Ji melihat awan gelap di atas kepalanya, menghalangi langit. Bulan sudah hampir tidak terlihat. Hanya kabut merah yang menyertai suara air pasang dan menyembur mendekati mereka seperti mimpi buruk yang akan segera terjadi. Dia berkata, "Tidak perlu lari. Suruh mereka menutup pintu dan jendela mereka."

Para murid mengisyaratkan tangan mereka di sisi tubuh untuk menerima perintah, kemudian berbalik untuk menginstruksikan rakyat supaya mengamankan pintu dan jendela mereka dan tidak melangkah keluar.

Saat Shuran melihat jubah putih (murid-murid) itu semakin menjauh, dia mencoba memanggil Cang Ji lagi. Dia biasa meringkuk di kolam teratai Fan Tan, dan dia merasa terintimidasi setiap kali dia merasakan aura naga Cang Ji; rasa takutnya pada canglong tertanam dalam dirinya. Dia hanya bisa menggerakkan dan menelan semua jenis air, tapi Cang Ji bisa melahap dirinya secara utuh.

"Aku tidak tahu Dijun ada di sini." Shuran menopang dirinya dan menelan kembali darahnya. Dia melanjutkan, "Sebaliknya, kalau aku tahu, aku tidak akan berani menyinggung dirimu yang terhormat! Aku, aku tidak akan menyerang Dijun..."

Cang Ji bertanya dengan sikap tidak peduli, "Lalu, siapa yang ingin kau gigit tadi?"

Mata Shuran berbalik dan meluncur ke arah Jing Lin. Ujung lidahnya telah dibasahi oleh darahnya sampai terasa sepat dengan aroma logam. Dia butuh beberapa saat untuk tersadar. Dia tersandung pada kata-katanya, "Aku tidak akan berani ..."

[END] Nan Chan (南禅) | Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now