035. Gu Shen P.2

1.2K 324 123
                                    

˙˚ʚ('◡')ɞ˚˙
English Translator : Lianyin
Indonesian Translator : shenyue_gongzu
.
.
.

Chuanzi berlari sampai dia terengah-engah, tapi tetap saja, dia tidak berani berhenti. Dia berjalan melewati semak-semak, ranting di rambut. Lengannya terangkat untuk melindungi wajahnya, dan sekarang mereka terbakar oleh rasa sakit dari goresan. Dia tidak mendengar apa pun kecuali napasnya yang mendesak.

Chuanzi berlari, bingung, sampai dia tersandung dan berguling menuruni lereng ke sungai. Lengannya gemetar saat dia menopang dirinya. Dia ingin terus berlari, tetapi kakinya menolak untuk menurut. Chuanzi menopang dirinya dengan siku dan mengangkat bagian atas tubuhnya keluar dari arus. Dia terkapar di atas rumput berlumpur dan menarik napas panjang. Kepalanya berputar. Akhirnya, dia membenamkan kepalanya di antara rumput untuk muntah.

Setelah matahari terbenam di perbukitan barat, Chuanzi baru bisa pulih. Tangannya gemetar saat dia meraba-raba di sekitar dadanya dan mengeluarkan roti kukus yang sudah diratakan. Dia mengambil gigitan besar darinya. Begitu dia mengisi perutnya, dia menguatkan dirinya ke pepohonan dan berjalan dengan hati-hati.

Malam yang gelap gulita itu seperti mimpi. Chuanzi tidak bisa membedakan kenyataan dari halusinasi. Tubuhnya bergantian antara rasa dingin dan panas. Dia merasa seolah-olah dia bisa pulang jika dia terus seperti ini.
Ketika dia menyentuh dirinya di malam hari, tubuhnya panas mendidih, sementara pakaiannya yang basah kuyup terasa dingin karena tiupan angin. Dia begitu demam hingga pusing; bahkan suara nafasnya terdengar jauh.

Chuanzi jatuh ke tanah. Dia tidak bisa lagi bangun. Dia sepertinya mendengar gonggongan anjing. Sepasang sepatu bot melangkah melintasi semak berduri dan berhenti di depannya.


◎◎◎

Chuanzi merasa terbakar. Seseorang menyeka dia dan mengganti saputangan dingin di dahinya sepanjang malam. Wanita itu bersandar di tempat tidur dan menyeka air matanya. Sepanjang malam, tangannya yang seperti giok tidak pernah berhenti menyisir rambut basahnya dan membelai keningnya.

Dalam mimpinya, Chuanzi sangat pucat, seperti mayat terbuka di bawah terik matahari. Dia merindukan jari-jari itu. Itu mengingatkannya pada seorang wanita, tapi dia telah melupakan penampilannya. Rasa sakit yang menyusul membanjirinya. Dia telah meninggalkan rumah, dan sepertinya dia tidak bisa lagi pulang.

Chuanzi bingung. Dia hanya bisa meratap di bawah siksaan yang membara ini. Dia takut semuanya, karena dia tidak bisa lagi mengingat bagaimana rupa ibunya. Penyakit itu menghilangkan keberaniannya yang tersisa, mengubahnya kembali menjadi anak yang tidak berdaya. Menangis adalah satu-satunya cara dia bisa melampiaskan semuanya.

Wanita itu memeluk Chuanzi, dan bahu serta lengannya yang lembut dan hangat menjadi tempat perlindungan Chuanzi. Dia bersandar padanya dan terjun ke kegelapan tanpa dasar.


◎◎◎

Itu adalah siang hari ketika Chuanzi bangun. Dia memiringkan kepalanya dengan tatapan kosong. Dia tidak ingat melarikan diri, juga tidak ingat meringkuk. Dia menatap pemandangan di luar jendela seolah-olah dia sudah lama tidak melihat bunga dan tanaman.

Pintu terbuka dan seorang pria bertubuh kekar masuk. Dia duduk di tepi tempat tidur Chuanzi dan mengulurkan tangan untuk merasakan dahi Chuanzi.

"Tunggu sebentar." Suara pria itu menggelegar. "Buburnya akan datang. Belum terlambat bagimu untuk bicara setelah makan."

Tatapan Chuanzi beralih ke dirinya. Pria itu tidak bisa menahan dalam hati menyanyikan pujiannya. Mata Chuanzi tajam dan cerah; tidak ada jejak ketakutan di mata itu.

[END] Nan Chan (南禅) | Bahasa IndonesiaWhere stories live. Discover now