Bab 2 ~ Batu Hitam

1.2K 255 3
                                    

"Vidaaa!" 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Vidaaa!" 

William berteriak panik, berusaha memanggil gadis yang sosoknya kini terbaring tanpa daya di seberang gua.

Kebingungan, William hendak menghampiri gadis itu. Namun belum sempat ia melangkah, hewan buas raksasa di dekatnya melolong. 

Dinding gua bergetar. Tubuh besar hewan itu menggeliat. Dia tampak sangat marah, atau mungkin kesakitan. Keempat kakinya bergantian berusaha meraih pedang yang tertancap di tengkuknya. Tak sedikit pun dia mampu menggapai.

Kesakitan dan kehabisan tenaga, tak lama kemudian makhluk itu tersungkur. 

Namun pelan-pelan dia merayap mendekat ke arah Vida, mungkin bermaksud untuk melampiaskan dendamnya yang terakhir. Cakarnya terangkat, siap untuk menghancurkan tubuh si gadis berambut kuning.

Kali ini William segera bangkit. Ia melompat dan sambil berbaring meluncur di atas bebatuan. Begitu cakar si hewan buas terayun, William sudah berada di bawahnya, di samping Vida, dengan pedang teracung ke atas.

Pedang itu menembus cakar hewan tersebut. Sekuat tenaga William menahan dorongannya. 

Tak menyangka, di atasnya hewan itu meraung. Dia mundur, berusaha menarik cakarnya yang tertembus pedang, membuat tubuh William ikut tertarik hingga berdiri. 

William mengikuti gerakan itu sambil terus menekan pedangnya, berusaha merobek cakar itu lebih dalam.

Pedang itu akhirnya berhasil tercabut, dan si hewan buas yang ketakutan beringsut mundur, masuk ke sudut ruangan gua yang lebih gelap. 

Raungannya yang sebelumnya terdengar begitu menakutkan kini terganti oleh rintihan panjang memilukan.

Pelan-pelan William berdiri dengan napas tersengal di depan makhluk itu, dengan kedua tangan menggenggam erat pedangnya. Ia menoleh ke belakang, memperhatikan Vida yang masih terbaring tanpa gerak.

Semoga dia cuma pingsan!

Sambil tetap mengacungkan pedangnya ke arah si makhluk buas William berjongkok, menarik tubuh Vida dan membaringkannya telentang. Ia menyentuh leher gadis itu. Denyutnya masih terasa. Kepalanya juga kelihatannya tidak terluka. 

William menarik napas lega. Ia belum tahu lebih jauh bagaimana kondisi gadis itu, tetapi sepertinya ada harapan.

Ia semakin gembira, ketika kemudian melihat kepala gadis itu bergerak pelan dan kedua matanya terbuka. Untuk sesaat mata biru gadis itu hanya menatap kosong ke arah William, tampak belum sadar sepenuhnya.

Kemudian dia mengerjap. Bibirnya meringis menahan sakit.

"Di mana dia? Di mana?" Itu kalimat yang keluar dari mulut gadis itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya William khawatir.

"Di mana dia?" Vida berguling ke samping, berusaha duduk.

Northmen SagaWhere stories live. Discover now