Bab 63 ~ Janji Kepala Suku

257 82 2
                                    

Radnar melanjutkan ceritanya. "Malagar ini ternyata cukup pandai, mungkin lebih pandai dibanding kakak atau ayahnya. Tidak puas dengan pembagian daerah yang dibuat ayahnya, ia kemudian mempengaruhi suku-suku lain di barat untuk bangkit melawan kita. Tentu dengan imbalan sebidang tanah, atau sesuatu yang lain. Mereka mengumpulkan prajurit, dan aku yakin dalam beberapa hari ini mereka pasti akan mencoba menyerang kita."

Jadi, pada akhirnya perang akan tetap terjadi, tak peduli apakah Vilnar yang membunuh Rohgar ataupun bukan. Ternyata itu tidak penting lagi.

Mungkin tidak penting pula orang lain mengetahuinya.

Vilnar menatap tajam ayahnya dalam remang-remang cahaya lilin, berusaha menebak-nebak apa yang sebenarnya diinginkan oleh ayahnya.

"Jadi ... Ayah mau aku menghancurkan mereka?"

Radnar mendesah, kelihatan tidak nyaman mendengar ucapan Vilnar. "Ketiga kakakmu sudah cukup untuk melawan mereka. Kronar pasti akan senang menerimamu dalam pasukan, tapi Tarnar dan Erenar ingin menunjukkan kemampuan. Ini kesempatan pertama mereka dalam perang antar suku. Mereka tak akan senang melihatmu jadi pusat perhatian lagi."

Vilnar menyandar ke belakang, memperhatikan api lilin yang menari-nari di atas meja. "Aku tak pernah berpikir sampai ke sana. Selama ini ... mereka berpikir aku bertempur hanya untuk menjadi pusat perhatian?"

"Kau tak perlu memikirkannya. Ada hal lebih penting yang bisa kau lakukan. Kadang, masalah di dalam lebih penting daripada yang ada di luar."

Begitukah?

Vilnar menunggu ayahnya mengatur napas dan menjelaskan lebih lanjut. Kekhawatirannya timbul lagi, apalagi karena Radnar tampak gelisah.

"Anakku, untuk menjadi pemimpin kau harus mendapat dukungan dari banyak pihak. Dengan reputasimu kau seharusnya mudah mendapat dukungan, dari rakyat dan juga dari para prajurit. Tapi tanpa dukungan dari pemuka desa dan keluarga mereka, hal itu tak ada artinya. Juga, tak kalah pentingnya adalah dukungan dari suku-suku yang menjadi sekutu kita. Dan untuk mendapatkan dukungan mereka, cara terbaik adalah melalui ikatan keluarga.

"Kau tentu tahu, Kronar menikahi Tilda putri Pradiar, dukun kita yang juga pemuka desa yang paling dihormati di desa kita dan juga di desa lain. Dengan itu Kronar akan mendapatkan dukungan yang besar jika saatnya nanti tiba ia menjadi kepala suku.

"Sementara itu Tarnar menikahi putri kepala suku Brahanir, tetangga kita di timur, yang telah berpuluh-puluh tahun menjadi sekutu kita. Jika Tarnar cukup pandai, ia bisa mempersatukan kedua suku di masa mendatang, atau paling tidak mendapatkan perlindungan di sana jika terjadi sesuatu yang berbahaya di Vallanir.

"Hal serupa dilakukan oleh Erenar. Ia melamar putri kepala suku Drakknir, sekutu kita di utara. Kalau Erenar bisa menunjukkan keterampilannya dalam pertempuran melawan Logenir, kepala suku Drakknir pasti tidak akan ragu menerima lamarannya.

"Tapi, anakku, aku belum bicara mengenai sekutu kita yang paling kuat, suku Andranir dari utara. Patarag, kepala suku mereka menolak menikahkan putrinya dengan Erenar. Itu sebelum Erenar akhirnya melamar putri dari Drakknir. Aku sudah berbicara dengan Patarag mengenai alasannya, dan ia bilang hanya mau menikahkan putrinya dengan prajurit terbaik di Hualeg.

"Kau mungkin pernah mendengar ini sebelumnya, Varda putri Patarag selalu disebut-sebut sebagai gadis tercantik di Hualeg, bahkan sejak ia masih kecil. Banyak pemuda yang sudah melamarnya, tapi selalu ditolak."

"Ya, aku pernah dengar dulu," jawab Vilnar singkat.

"Nah, Patarag bilang dulu ia pernah bertempur bersamamu, dalam perang antar suku yang terakhir. Ia menyukaimu dan ia prihatin mendengar kau diasingkan. Tapi jika akhirnya kau pulang, ia ingin kau mau menikah dengan putrinya."

Penjelasan panjang Radnar menghanyutkan Vilnar, tapi kata-kata Radnar yang terakhir bagaikan sambaran geledek di telinganya. Apa maksudnya ini? Apakah ayahnya tidak paham bahwa Ailene sudah menjadi hidupnya saat ini?

Vilnar bertanya datar, "Lalu apa yang Ayah katakan padanya?"

"Aku bilang anakku Vilnar akan senang menikahi putrinya."

Rahang Vilnar mengeras. "Aku tahu Ayah mengatakan itu sebelum tahu bahwa aku sudah menikah. Sekarang itu sudah tidak mungkin. Aku sudah mempunyai istri dan anak."

"Kalau kau setuju, kau bisa mengangkat Varda menjadi Istri Pertama. Tentu saja Ailene tetap bisa menjadi istrimu, yang lain."

Vilnar menggeleng. "Ayah, aku selalu bersedia melakukan apa pun untuk membuat dirimu bahagia, tapi untuk permintaanmu yang satu ini, tidak. Aku mencintai istri dan anakku, dan aku tidak mau menukarnya dengan apa pun."

Radnar termangu, lalu menepuk tangan Vilnar memintanya untuk tenang. "Tidak usah marah, anakku. Aku tahu kau akan menjawab seperti itu."

"Maaf aku mengecewakanmu."

"Tidak." Radnar menggeleng. "Aku mengerti, bahkan sebelum aku bicara padamu. Akulah yang salah telah memberikan janji pada orang di luar keluarga kita. Aku sudah terlalu tua, tidak bisa lagi menjaga kata-kataku. Kesalahan fatal untuk seorang kepala suku. Jadi kau tenang saja, Vilnar. Akan kusampaikan jawabanmu pada Patarag, dan kuharap ia dapat menerimanya dengan baik."

"Kalau Ayah sungkan menyampaikannya pada Patarag, biar aku sendiri yang pergi ke sana dan mengatakan langsung jawabanku padanya."

"Ah ... ya." Radnar mendesah. "Bisa juga seperti itu. Maafkan ayahmu. Kau baru saja pulang tapi aku telah menjerumuskanmu ke dalam masalah lagi."

"Sama sekali bukan masalah. Ayah tak usah khawatir. Semua akan baik-baik saja. Kapan saja Ayah menginginkan aku pergi ke utara, aku siap."

"Tidak usah terburu-buru. Patarag belum tahu kau sudah pulang. Biarlah seperti itu. Lagi pula aku masih ingin melihatmu di sini." Radnar melemaskan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memejamkan mata. "Kita lihat saja besok. Mungkin ternyata masalah ini tidak sebesar yang aku kira."

"Ya, Ayah. Tidak perlu terlalu khawatir. Semua akan baik-baik saja. Beristirahatlah."

Vilnar menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh renta ayahnya. Ia memandangi ayahnya dengan penuh sayang, dan menjadi iba. Sosok yang dulunya perkasa dan ditakuti di seluruh Hualeg kini lemah tak berdaya.

Sejak kematian istrinya lima tahun silam, kesehatan Radnar memang semakin menurun. Dulu Vilnar percaya hal itu lebih disebabkan oleh beban pikirannya yang terlalu banyak, tapi kini ia sadar bahwa secara fisik ayahnya memang sudah lemah. Usia tak bisa dilawan.

Vilnar menunggu sampai ayahnya benar-benar terlelap, baru kemudian beranjak dari kursinya. Ia mengintip dari balik tirai, memandangi langit gelap dan desa yang mulai sepi. Tak terasa malam semakin larut. Rupanya mereka berdua telah berbincang cukup lama.

Vilnar meniup lilin hingga kamar menjadi gelap sepenuhnya, lalu pergi.

Ia bergabung dengan istri dan anaknya di kamar mereka. Ketika ia datang, keduanya sudah terlelap. Begitu nyenyak. Ia menciumi keduanya, membelai rambut hitam panjang istrinya dan juga rambut tebal putranya.

Sambil menyelimuti mereka Vilnar berpikir, apakah benar keputusannya membawa mereka datang ke negerinya. Karena ternyata, Vilnar merasakan ada sesuatu yang akan terjadi, yang mungkin berbahaya.

Northmen SagaWhere stories live. Discover now