Bab 50 ~ Membunuh Sesuatu

269 100 4
                                    

Sementara para prajuritnya mencari di tepi sungai, William berdiri memperhatikan dari atas tebing bersama kedua gadis Hualeg, Darron, Brenis, Morrin, Thom serta beberapa prajurit lainnya.

Tak lama seorang prajurit di bawah itu berteriak. "Aku menemukannya!"

Prajurit itu berlari menaiki undakan-undakan hingga ke jalan utama, terus ke tebing, lalu menyerahkan barang temuannya pada William.

William memperhatikan benda itu baik-baik. Kalung berwarna hitam yang diberikan Rogas, yang katanya bisa mendatangkan keberuntungan dan menghindarkan pemakainya dari maut. Sejauh ini William belum pernah memakainya, dan ia masih mampu lolos dari ajal, entah karena keberuntungan atau memang takdir. Karenanya, masihkah ia percaya pada kata-kata Rogas? Orang yang sudah menghilang entah ke mana dan meninggalkannya?

"Ini." William menyerahkannya pada Darron. "Kalungmu."

Darron menerimanya dengan kedua tangan seolah itu adalah benda keramat yang sangat berharga. "Terima kasih, Tuan! Kau orang baik!"

"Itu punyamu. Sekarang, pergilah."

"Kami ... bisa pergi sekarang?"

"Kecuali kalau kau takut berperahu saat malam."

"Tidak, tidak! Aku tidak takut!" kata Darron buru-buru.

"Ya sudah, pergi sana. Lebih baik kami tak melihatmu lebih lama."

"Kami pergi sekarang." Brenis buru-buru mengangguk hormat, sekali lagi membuat pemuda di sampingnya mengikutinya. "Terima kasih, Tuan William. Aku berjanji, meskipun kau tak percaya pada janji semacam ini, masalah kami denganmu dan Rogas sudah selesai. Setelah ini tidak ada urusan apa-apa lagi yang menggantung di antara kita."

William memberi keduanya sebuah perahu. Perlahan perahu Darron dan Brenis bergerak ke selatan, dan lambat laun cahaya obor mereka menghilang dalam gelap. Seluruh penduduk dan prajurit yang masih berjaga lalu membubarkan diri, sebagian beristirahat dan sebagian lagi kembali ke rumah masing-masing.

Di atas tebing William, bersama kedua gadis Hualeg, memandang jauh ke arah utara. Angin bertiup lambat-lambat menemani mereka, turun dari lereng bukit mengitari lembah. Bagi William, setelah berbagai macam kejadian yang penuh darah dan kematian, semuanya sekarang terasa lebih damai.

"Di tempatku," kata Vida, "jika ada yang hendak membunuh aku, dan dia gagal, aku tidak akan ragu untuk membunuh dia. Itu selalu jadi langkah paling benar. Tapi di sini, tak hanya memberi ampun, kamu malah membantu dia."

"Aku melakukan apa yang menurutku baik," balas William.

"Apa akan selalu begitu? Memberi ampun jika orang sudah minta maaf?"

"Mungkin." William mengangkat bahu, "Aku tidak bisa menjawab apa yang akan terjadi nanti."

"Suatu hari nanti itu bisa berakibat fatal."

"Bisa jadi."

"Apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Vida.

William termenung. "Aku belum tahu. Mungkin aku tetap berjaga-jaga di sini sampai musim gugur. Walaupun aku percaya, setelah Mornir kalah, orang-orang Logenir tak akan berani kemari sampai musim dingin. Benar? Tahun depan mungkin mereka akan datang lagi, tetapi itu masih lama. Aku tak mau memikirkannya sekarang."

"Mornir tidak bodoh. Dia tidak akan datang dalam waktu dekat."

"Berarti aku bisa pulang lebih cepat ke selatan. Aku sudah tidak dicari para bandit, jadi mestinya aku bisa pulang." William tersenyum sendiri. Di benaknya terbayang wajah Muriel, Bortez dan juga desanya.

Northmen SagaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora