Epilog 3 ~ Hanya Debu

228 46 1
                                    

Setiap anak ingin tahu siapa ayahnya.

Hari ini dia bertanya, "Ibu, boleh ceritakan padaku sekali lagi?"

"Tentang apa, anakku?"

"Ayahku."

"Ayahmu adalah Sang Quazar Elniri. Penguasa di daratan luas ini, sebelum ia wafat sepuluh tahun silam, bersamaan dengan lahirnya dirimu."

"Apakah ia memang dibenci orang-orang?"

"Dia dikagumi oleh orang-orang di negerinya, tapi tidak disukai orang-orang yang ditaklukkan olehnya, yang menjadi musuhnya."

"Kalau begitu, kenapa sekarang kita dikejar orang-orang yang berasal dari negerinya? Bukankah mereka seharusnya membantu kita?"

Auria tidak bisa menjawab pertanyaan putranya.

Sebenarnya bisa, hanya saja ia enggan menjelaskannya. Jawabannya akan sangat panjang, dan ia tidak yakin putranya bisa mengerti di usianya yang sekarang. Mengerti bahwa kebencian datang dari rasa takut.

Namun mungkin, ia memang sebaiknya mulai bercerita. Dan tidak hanya mengenai ayah putranya itu, tetapi juga tentang dirinya sendiri.

Agar dia tahu dari mana dia berasal, dan kenapa mereka bisa sampai di titik ini, serta apa yang harus dilakukannya nanti.

Auria pun akhirnya bercerita. Semuanya sejak dari awal masa, beribu-ribu tahun yang lampau. Di masa yang telah lama terlupakan, ketika Tanah Musim Semi di utara masih menjadi dataran hijau yang dipayungi pohon raksasa Eviendares, dan Pegunungan Atap Dunia belum dibangkitkan hingga tinggi menembus awan untuk memisahkan Dunia Barat dan Timur. Ketika Tanah Musim Gugur di selatan belum dilepaskan jauh ke seberang lautan.

Ketika itu Ernu, Sang Pencipta, masih tampak peduli pada setiap makhluk-Nya, terutama manusia. Sangat peduli, sejauh yang bisa Auria ingat. Ernu menurunkan avern, makhluk-makhluk ciptaannya yang pertama dari langit untuk membantu manusia tumbuh di bumi. Avern menunjukkan cara hidup yang baik, memperlihatkan pada manusia bagaimana hidup berdampingan dengan angin, tanah, air, api, dan elemen lainnya. Mereka juga mengajarkan tentang hidup dan mati.

Ernu, melalui avern, mengajarkan semuanya pada manusia, memberikan segalanya, bahkan sampai membuat kaum avern sendiri cemburu.

Setelah beberapa masa, manusia menjadi ahli dan pandai. Mereka mampu menguasai berbagai elemen alam, hingga lalu menjadi sombong. Sebaliknya kaum avern yang telah lama hidup di bumi sudah menganggap diri mereka sebagai dewa-dewa yang harus disembah manusia. Kaum avern pun berusaha menghukum manusia atas kesombongan tersebut.

Merasa terancam, manusia tidak tinggal diam. Raja-raja manusia bersama para pengendali elemen melawan dan membinasakan setiap avern, yang jumlahnya lebih sedikit. Perang besar terjadi, panjang dan menyebar ke mana-mana, hingga akhirnya tak lagi antara avern melawan manusia, tetapi juga avern melawan avern, dan manusia melawan manusia.

Di masa kekacauan itu tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah. Auria dan kakak kembarnya, Istra, memilih menjadi avern yang berdiri di sisi manusia yang tidak menginginkan peperangan. Hal itu membuat mereka dimusuhi oleh kaum mereka sendiri. Keduanya ditangkap lalu dipenjara.

Selanjutnya adalah masa penuh penderitaan di mana segalanya lalu berubah, ketika ikatan persaudaraan selama beribu-ribu tahun akhirnya pupus oleh pengkhianatan. Istra beralih haluan dan bergabung menyerang manusia, sementara Auria yang tetap menolak peperangan dibuang ke selatan, dipendam dalam penjara beku di dalam bumi, dan akhirnya terlupakan, tak peduli betapapun ia berteriak-teriak histeris pada kakaknya meminta dibebaskan.

Pada akhirnya manusialah yang memenangkan perang. Istra dan kaum avern yang tersisa lari ke utara. Raja-raja manusia semakin sombong dan menobatkan diri sebagai dewa-dewa yang baru. Ernu menjadi murka, sedemikian marahnya sehingga memberi hukuman yang tak terduga.

Northmen SagaWhere stories live. Discover now