Bab 112 ~ Sesal

193 73 1
                                    

"Kamu sudah tahu apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Tilda setelah melihat William kini lebih tenang.

William termenung. "Belum. Tapi aku terpikir untuk kembali ke selatan."

"Rumah kamu di sini!" suara Tilda meninggi. "Keluargamu ada di sini!"

"Aku tak tahu apakah bisa tahan tinggal lama di sini, tanpa sehari pun memikirkan ..." William tak mampu melanjutkan, dan menggelengkan kepala berusaha menahan emosinya yang hampir keluar lagi.

"Kamu mau meninggalkan kami, Vahnar?" Meralda ikut berbicara.

"Aku ... belum tahu."

"Baik, berarti waktunya kita masuk ke agenda berikutnya," kata Erenar.

William memandangi laki-laki itu, tak mengerti.

Agenda berikutnya?

Tilda mundur, dan kembali berdiri di belakang suaminya.

"Vahnar," kata Erenar. "Setelah aku menceritakan semua yang kulakukan di masa lalu, aku juga sudah berbicara pada semua orang, bahwa apa pun yang terjadi suku Vallanir harus bisa bertahan. Dan aku tahu, dengan segala macam kesalahan yang kubuat, aku tak pantas lagi menjadi kepala suku, tak pantas lagi menjadi orang yang patut dihormati dan menjadi pelindung seluruh rakyat Vallanir. Kami semua telah membicarakan ini, dan kami sepakat, mengenai orang yang paling pantas untuk mengambil alih tanggung jawab ini. Kami memilihmu, Vahnar, untuk menjadi kepala suku Vallanir berikutnya."

William ternganga mendengar ucapan Erenar, dan belum sempat ia berpikir dan coba membalas, laki-laki tua itu melanjutkan ucapannya.

"Kalian semua yang ada di sini menjadi saksi. Demi Odaran, aku, Erenar putra Radnar, hari ini meletakkan jabatan sebagai kepala suku Vallanir, serta mengangkatmu, Vahnar putra Vilnar, sebagai kepala suku Vallanir yang baru. Semoga Odaran memberkati kita semua."

Apa-apaan ini?

William bengong, terpaku di tempat duduknya, merinding.

Erenar berdiri mendekatinya. Laki-laki itu meraih telapak tangan kanan William, menggenggamnya dengan kedua tangan, kemudian mengangguk hormat. "Terimalah tanggung jawab ini, Vahnar, dan jaga baik-baik."

Erenar lalu berdiri di samping William. Kemudian satu demi satu setiap orang mengikuti contoh yang ditunjukkan oleh laki-laki itu. Mulai dari Meralda, Tilda, Freya dan terus hingga semua orang yang hadir di tepi sungai.

Freya bahkan tak hanya menggenggam, tetapi juga mencium tangan William, dan hal itu lalu dilakukan juga oleh beberapa orang lain yang lebih muda. Entah kenapa mereka sampai melakukan itu, ia belum paham.

Satu hal yang membuat William kaget, ternyata orang-orang yang mendatanginya begitu banyak, seolah tak ada habis-habisnya. Bahkan ada anak-anak juga. Jangan-jangan seluruh penduduk desa datang ke sini. Setelah beberapa lama, William akhirnya bisa menerima keadaaan dengan hati lapang, dan berusaha memberikan senyumannya pada mereka, walaupun sulit.

"Berapa lama ini kira-kira?" bisik William pada Erenar di sampingnya.

"Cukup lama." Mantan kepala suku itu tersenyum. "Jalani saja. Ini peristiwa sekali seumur hidup."

"Kenapa ... kalian melakukan ini padaku?"

"Hanya dengan cara ini kami bisa membuatmu bertahan di Vallanir."

"Begitu ya?" William merasa sedikit tidak nyaman.

"Ditambah, tentu saja, tidak ada orang lain yang lebih pantas selain dirimu, yang bisa melindungi kami," kata Erenar. "Kami membutuhkanmu. Kami semua."

Northmen SagaWhere stories live. Discover now