Bab 11 ~ Kedai Horsling

443 135 2
                                    

Kedai Horsling terletak di kaki bukit berbatu di sebelah utara Kota Ortleg. Kedai sederhana ini dan beberapa rumah penginapan kecil di sekitarnya adalah titik keramaian paling utara di wilayah Kerajaan Alton.

Letaknya yang cukup jauh membuatnya jarang dikunjungi prajurit kerajaan, sehingga sering menjadi tempat berkumpul bandit-bandit dari selatan yang berusaha kabur ke utara. Para bandit ini bergabung dengan pemburu yang turun dari hutan-hutan, dan juga pedagang yang datang dari berbagai daerah yang membawa tukang pukul masing-masing. 

Semuanya adalah orang-orang yang tak kenal takut, berani mengambil resiko, sekaligus licik dan berbahaya bagi siapa pun yang tidak waspada.

Namun bukan berarti ini tempat yang kacau. Kedai ini justru aman karena pemiliknya, Tuan Horsling, adalah orang yang disegani. Dia bertubuh tinggi besar, berjanggut tebal dan senang tertawa. Tetapi ada banyak kisah tentang dirinya, baik yang nyata ataupun yang dibesar-besarkan, tentang dia yang jago bertarung dan dulu pernah membunuh banyak bandit. 

Tak ada yang berani membuat masalah dengannya. Itulah kenapa di kedainya, dan juga di tempat-tempat lain di sekitarnya, para pengunjung bisa merasa cukup aman.

Rogas yang menceritakan semua itu. Karenanya William kini bisa duduk dengan santai di dalam kedai tanpa perlu takut melihat perilaku orang-orang kasar di sekitarnya yang terus tertawa-tawa, atau berteriak-teriak sambil mabuk dan berjudi. 

Pada dasarnya William memang tidak pernah merasa takut bergaul dengan orang-orang semacam ini. Bahkan di lain waktu dan lain tempat ia sering pula ikut meminum arak sampai mabuk. Masalahnya, sekarang ada Muriel bersamanya. Jika Bortez sampai tahu William membawa putrinya ke tempat seperti ini, ia pasti akan didamprat habis-habisan.

Teringat hal itu, William kembali kesal. Mestinya ia memikirkannya sekali lagi sebelum berangkat. Selain itu, penampilan Muriel yang seperti gadis baik-baik dari desa rupanya juga bisa menjadi masalah.

Rogas memberi saran sebelum mereka berangkat. Kalau itu bisa disebut saran. 

Katanya, "Jika kau berpakaian seperti wanita dewasa, yang agak terbuka, jangan salahkan para bajingan ini kalau mereka nanti menganggapmu sebagai wanita penghibur dan menawarimu uang untuk bisa bersamamu. Terserah kalau memang itu maumu; bukan urusanku. Sebaliknya, jika kau berpakaian seperti cewek kampung begini, mereka juga bisa curiga. Mereka pikir, buat apa ada cewek seperti kau datang kemari. Pasti ada sesuatu. Apa pun itu, jika mereka sampai bertanya macam-macam tentang kita, aku tidak suka."

Muriel hanya membalas perkataan Rogas dengan dengusan sebal. Sepertinya gadis itu tidak peduli, dan akan tetap pergi dengan pakaiannya yang biasa, justru supaya Rogas menjadi tidak suka. 

Itu memang haknya, tetapi William yakin kata-kata Rogas ada benarnya. Di Kedai Horsling mereka harus berhati-hati agar tidak menjadi pusat perhatian, walaupun mereka tidak punya uang buat dirampas. Pada intinya, anak kecil atau gadis baik-baik mestinya memang tidak pergi ke tempat semacam ini.

"Lalu dia harus bagaimana?" tanya William.

"Berikan pakaianmu," jawab Rogas. "Biar dia terlihat seperti laki-laki, supaya tidak ada yang mengganggunya."

Begitulah, akhirnya Muriel pergi dengan baju, celana dan rompi milik William. Semuanya ukuran William, jadi tentu saja tampak kebesaran. Rambut keriting gadis itu disembunyikan di dalam penutup kepala hingga ia kini jadi benar-benar mirip laki-laki. Sementara William memakai bajunya yang lain.

Mereka sampai ke kedai saat petang. Ketiganya masuk lalu duduk di pojok ruangan, kemudian memesan arak serta minum sebentar. Mereka berusaha tampil seperti pengunjung normal sehingga tidak ada yang peduli dengan keberadaan mereka.

Semuanya sesuai dengan keinginan Rogas.

Sehabis meminum satu botol laki-laki itu bertanya pada William, "Mana orangnya?" Ia melihat ke sana kemari. "Kita sudah cukup lama melewati saat matahari terbenam."

William ikut memandang berkeliling. Dalam hitungannya ada lebih dari dua puluh orang di dalam kedai. Sebagian bermain judi dengan ditemani beberapa orang gadis berpakaian terbuka. Sebagian lagi hanya menonton permainan, atau duduk berbincang di meja sambil minum dan mengisap cerutu. Sosok jangkung Mornitz sama sekali tidak tampak.

Ia mengangkat bahu. "Mungkin sebentar lagi."

"Kalau ia tidak muncul sebelum tengah malam, aku pergi," tukas Rogas. "Besok aku akan kembali ke Alton. Tetapi, hmm ... sebelumnya, mungkin aku akan mencari tempat penginapan yang asyik ... dan mencari gadis." Ia cengengesan sambil melirik ke arah Muriel. "Tadinya aku ingin mengajakmu menemaniku, barangkali kau mau. Hm?"

Muriel, yang sejak tadi hanya diam, seketika melotot. Wajahnya merah padam. Hampir saja ia menyiramkan isi cangkirnya ke wajah Rogas. Untung saja William berhasil menahan tangannya sambil tersenyum menenangkan.

"Hei, tak usah didengarkan," katanya seraya berharap kejadian itu tak sampai menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka. "Rogas memang bangsat, tapi dia cuma bercanda."

"Betul." Rogas mengangguk-angguk. "Kau bisa balas mengejekku kalau mau. Candaan seperti itu sudah biasa di tempat begini." Ia mengeluarkan seringainya yang paling jelek. "Lagi pula aku tahu, kalau kau ingin mencari kamar, kau pasti lebih memilih ditemani William. Benar?"

"Haha ... candaan yang bagus, Rogas." William mencengkeram kerah baju Rogas. 

Kalau mau, sebenarnya ia bisa langsung meninju laki-laki itu dan berkelahi dengannya. Perawakan mereka hampir sama, dan William tidak takut padanya. William tidak ragu melakukannya walau secara umur laki-laki itu lebih tua. Tetapi ia cepat sadar, Rogas hanya sedang bercanda, walaupun itu canda yang menyebalkan.

Masalahnya, tentu saja, Muriel tak bisa menerima candaan itu seringan William. Wajahnya semakin merah, walaupun kini tampaknya lebih karena malu. Ketika William memandanginya, gadis itu langsung membuang muka.

William menoleh ke arah Rogas dan kembali menarik kerah bajunya, sambil berpikir apa mungkin Rogas mulai mabuk. "Waktunya minta maaf."

"Ehm, ya." Ekspresi Rogas langsung berubah, seakan penuh sesal. "Muriel, aku minta maaf. Benar-benar minta maaf ..."

Yang sudah pasti bohong. William tidak yakin Rogas benar-benar merasa bersalah. Orang semacam dia sebenarnya memang pantas dipukul sekali-sekali. Ya, William bertekad akan melakukannya nanti. Tetapi tentu saja tidak di sini.

Muriel menoleh. Hanya menatap William, ia tak mau melihat sedikit pun ke arah Rogas. Rahangnya mengeras. "Aku mau pulang."

"Kamu yakin?" tanya William, dalam hati lega juga. Ya, lebih cepat pulang lebih baik.

"Aku suka jalan-jalan kemari, dan aku juga suka melihat orang-orang yang bermain kartu itu. Tetapi aku tidak suka duduk bersama pecundang seperti dia."

"Hei ..." Rogas menyeringai. "Aku kan sudah minta maaf."

"Diam, Rogas," William menukas, lalu menoleh dan menatap Muriel lagi. "Oke, kalau itu maumu, kita pulang sekarang."

"Lho, tunggu dulu," Rogas menahan. "Mornitz belum datang. Bagaimana aku tahu orangnya kalau kau sudah pergi?"

"Salahmu sendiri bikin masalah," jawab William kesal. "Lagi pula kau bisa bertanya pada Tuan Horsling."

"Ya ... itu bisa saja, tapi—"

"Diam. Itu orangnya," potong William begitu melihat seorang bertubuh jangkung memasuki ruangan. 

Northmen SagaWhere stories live. Discover now