Bab 106 ~ Bertahan Melewati Ini

212 72 1
                                    

"Ya. Banyak sekali yang mati." Svenar mengangguk. "Bisa dibilang, itu adalah pertempuran terbesar yang pernah aku ikuti. Kadang aku tidak percaya, ada begitu banyak orang yang bersedia mati, dan ingin bertemu Odaran secepat ini."

"Kalau mereka punya pilihan, mereka akan memilih jalan yang lain," balas William.

"Mungkin. Tapi seperti pernah kubilang sebelumnya, kita ini petarung. Kita akan bertarung ..."

"Bahkan sampai di kehidupan selanjutnya," tukas William. "Ya, baiklah."

Ia menenggak minumannya.

Svenar, yang lama memandanginya sambil tersenyum, lalu berkata, "William, apa kau sadar apa yang baru saja kaulakukan?"

"Hm? Maksudmu? Aku minum."

"Bukan. Maksudku, yang telah kaulakukan saat pertempuran di sungai. Apa kau tahu, berapa banyak orang Logenir yang telah kau bunuh?"

William menghela napasnya panjang. "Puluhan ..."

Svenar menggeleng. "Dua ratus. Mungkin lebih."

Sebanyak itukah? William menelah ludah.

Tiba-tiba ia ngeri sendiri. Sebanyak itukah orang yang sudah kehilangan nyawa di tangannya?

"Sekarang, bagi orang-orang ini," Svenar menunjuk semua prajurit yang tengah beristirahat tak jauh dari mereka, "kau sudah dianggap hampir seperti dewa. Mereka hormat padamu, mereka takut padamu, mereka memujamu. Kini mereka bersedia mengikutimu ke mana pun kau pergi, bertempur ke mana pun kau mau, bahkan jika untuk itu mereka harus mengorbankan nyawa. Hanya gara-gara satu kali pertempuran tadi, kau mengerti? Kau bisa membuat mereka menjadi seperti itu. Setelah ini, kabar mengenai hal ini akan menyebar ke seluruh negeri. Hidupmu, mungkin, sebentar lagi akan berubah, menjadi sesuatu yang tidak bisa kau perkirakan sebelumnya." Laki-laki itu memandangi William, yang hanya mendengarkan dengan tegang. "Pertanyaan yang muncul setelah ini adalah apakah kau siap, dengan semua perubahan itu."

William tak bisa menjawab. Sebelumnya ia tak pernah memikirkan hal ini. Saat ini pun yang sedang dipikirkannya adalah soal ayahnya, yang jika matinya dulu disebabkan oleh orang lain, tentu saja ia harus bisa membalasnya. Soal seperti dewa ini tidak ada artinya. Toh ia tak punya niat mengajak mereka berperang. Baginya, urusan pribadinya lebih penting dibandingkan hal ini.

"Apakah kau siap, dengan tanggung jawab yang nanti datang padamu," lanjut Svenar. "Apakah kau siap, dengan kesalahan demi kesalahan yang nanti akan kau perbuat. Begitulah, kesalahan. Kaupikir para dewa tidak membuat kesalahan? Oh, kesalahan mereka banyak sekali, dan ada di mana-mana. Anthor terutama, dia yang paling banyak." Ia tertawa, lalu minum seteguk, sebelum menatap William lagi dan melanjutkan filosofinya. "Seperti apa dirimu nanti dinilai, bukan dilihat dari apa yang kau capai hari ini, tetapi dari caramu nanti memperbaiki kesalahan-kesalahan. Apakah kau akan memperbaikinya sendiri, atau malah melepaskannya, dan membiarkan orang lain yang memperbaiki."

William mengangguk. "Kau tak perlu khawatir. Aku bukan dewa, jadi kesalahanku nanti mestinya tidak akan sampai sebesar kesalahan para dewa."

"Jangan terlalu yakin, Kawan. Sesuatu yang kita kira kecil dan tidak ada artinya, bisa jadi sangat berarti buat orang lain. Kau sudah diperingatkan." Svenar tertawa lagi. "Beristirahatlah, William. Semoga Odaran melindungimu."

"Kau juga, Svenar. Terima kasih, atas peringatannya."

Itulah perbincangan terakhir hari itu, untungnya.

Setelah itu William bisa tidur, dengan nyenyak.

Paginya ia terbangun, sesaat sebelum matahari terbit, lebih lambat daripada hari-hari biasanya. Ketika terbangun ia melihat semua orang di sekitarnya sudah bersiap-siap hendak berangkat. Lalu di depannya ia melihat sepotong daging untuk sarapan. Entah siapa yang meletakkannya.

Northmen SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang