Bab 25 ~ Rencana Rogas

337 101 1
                                    

Setelah memberi lima belas sazet kepada Rogas dan William, Taupin meminta keduanya mengecek kesiapan tiga puluh orang yang akan ikut pergi bersama mereka. 

Tentu saja Rogaslah yang mendapat perintah dari Taupin, tapi selanjutnya dengan santainya dia menyuruh William untuk mengerjakan semuanya, mulai dari memeriksa kondisi senjata di gudang sampai menguji keterampilan setiap calon prajurit.

William tidak keberatan, toh ia tidak punya pekerjaan lain untuk dilakukan saat ini. Lagi pula ini pengalaman baru baginya. Ia malah cukup senang karena bisa berkenalan dengan orang-orang itu lebih dekat.

Sore harinya ia memberikan laporan pada Rogas. "Sebagian dari mereka pernah memegang senjata. Kurasa itu cukup untuk saat ini. Sementara pedang dan tombak-tombaknya perlu diasah. Kalau aku punya gerinda, aku bisa perbaiki satu per satu, tapi biar mereka yang melakukannya."

"Yang paling penting itu moral prajurit," tukas Rogas sok tahu. "Apakah mereka senang dan benar-benar mau melakukan ini atau tidak. Kalau ternyata mereka hanya sekumpulan pengecut, tak peduli sebagus apa pun senjatanya, mereka akan lari di saat kritis."

"Aku percaya orang yang sebelumnya tidak berani akan menjadi berani, dan yang malas akan menjadi bersemangat, jika wakil pemimpin pasukan bisa memberi contoh," William membalas dengan sindiran. "Jika kau tak bisa memberi contoh, mungkin aku yang seharusnya mendapat sepuluh sazet. Kau cukup lima saja."

Rogas tertawa. "Jadi, kau benar-benar mau menjadi wakil Taupin dan mendapat uang lebih banyak daripada aku?"

"Kalau memang harus," tukas William.

"Sabarlah, saatmu akan tiba nanti." Rogas menyeringai. "Untuk saat ini, aku masih memerlukan sepuluh sazet itu."

William menatapnya curiga. "Sepertinya kau baru saja membuat rencana busuk lagi. Apa yang kau pikirkan sekarang?"

"Ah, kau selalu berpikiran buruk, William. Aku tidak merencanakan apa-apa!"

"Aku jadi ingat, kau belum menjawab pertanyaanku kemarin. Hal busuk apa yang telah kau lakukan hingga Mornitz menginginkan nyawamu."

Rogas terdiam beberapa saat. Ia memperhatikan orang-orang yang sedang beristirahat dan makan bersama di halaman rumah Taupin. Saat itu William dan Rogas sedang duduk di sudut halaman, jauh dari orang-orang itu, sehingga ucapan keduanya tak mungkin terdengar. 

Laki-laki itu mengusap dagunya sambil melirik William.

"Apa yang ingin kau ketahui?" ia bertanya, tampaknya sedikit ragu. "Ceritanya ... agak panjang, aku bingung harus mulai dari mana."

"Siapa Mornitz?"

"Semacam tukang pukul. Pemburu bayaran. Ia dibayar untuk mencariku, lalu ia akan membawaku ke orang yang membayarnya." Rogas nyengir, sepertinya justru bangga karena menjadi orang buruan. Mungkin karena itu berarti dirinya mempunyai nilai, walaupun itu berarti buruk.

"Lalu Bellion. Aku mendengar nama itu di tepi sungai," lanjut William. "Apa dia yang membayar Mornitz? Ia ingin membunuhmu, jadi kurasa kau lebih dulu berbuat hal buruk padanya. Apa yang dulu kau lakukan? Merampok barangnya? Atau mungkin ... membunuh anaknya?"

Tuduhan William tentu saja hanya tebakan belaka. Namun tanpa ia sangka wajah Rogas langsung pucat. 

"Aku tidak berniat melakukannya!" Sesaat kemudian raut wajahnya berubah masam. Ia menggeleng. "Tuduhan Mornitz itu tidak benar. Ia tidak tahu apa-apa!"

William tak peduli. Ia terus mengejar, "Jadi benar kau membunuh anaknya? Tidak heran. Jika aku jadi Bellion, aku juga akan melakukan hal yang sama, dan tidak akan menerima kegagalan Mornitz membunuhmu."

"Aku tidak membunuhnya! Aku tidak membunuh siapa-siapa! Maksudku," kata Rogas gugup, "dalam kasus ini, aku sama sekali tidak membunuh! Aku hanya melukainya sedikit ..."

"Anak Bellion itu, siapa namanya?"

"Darron. "Rogas mendengus kesal. "Dan dia tak perlu diberi simpati. Dia bajingan, percayalah. Jadi sebenarnya ia memang pantas dihajar."

"Aku yakin ayahnya tidak akan begitu marah jika kau hanya menghajarnya sedikit. Kau pasti melukainya cukup parah, atau mungkin mengambil sesuatu miliknya, yang sangat penting. Kenapa tidak kau akui saja? Supaya semuanya jelas. Mungkin aku bisa membantumu!"

Rogas menatap William beberapa saat, lalu menggeleng. "Percayalah, aku tidak mengambil apa-apa. Kejadiannya musim panas yang lalu, dekat Nordton. Aku dan pasukanku bertemu segerombolan perampok di tepi hutan, dan kami bertempur. Ada banyak darah, dan orang mati." Ia menyeringai. "Tapi pasukanku menang. Perampok yang selamat kemudian lari. Pasukanku kembali ke Alton, dan setelah kontrakku selesai aku dan beberapa rekan pergi ke Milliton. Tak disangka, di sana kami diserang. Bangsat. Kami mampu bertahan, dan para penyerang itu kabur. Tapi banyak temanku mati."

Setelah mengambil napas Rogas melanjutkan dengan wajah masam. "Sebelum kabur, Si Wajah Parut, laki-laki berwajah jelek yang kau lihat juga di tepi sungai, meninggalkan pesan, bahwa Tuan Bellion tidak akan melupakan aku. Aku heran, karena setahuku Bellion itu orang kaya yang cukup terpandang di Nordton dan aku tak pernah berurusan dengannya. Namun kemudian aku tahu, anaknya yang bernama Darron ternyata adalah pemimpin perampok yang dulu berhasil lari dari kami. Setelah itu aku cepat-cepat pergi ke utara, sampai ke Ortleg. Aku berharap di tempat yang jauh orang-orang itu tak akan bisa menemukan aku, lalu melupakanku."

William berusaha mencerna cerita itu. "Jadi Bellion, orang kaya ini, ternyata sebenarnya kepala penjahat? Kalau begitu, kenapa kau tidak melapor saja pada komandan pasukan Alton? Biar kerajaan yang menumpas mereka, dan kau tidak perlu khawatir lagi."

"Aku tidak akan selamat sampai ke Alton! Bajingan-bajingan itu pasti sudah menungguku. Lebih baik aku menjauh ke utara."

"Terbukti, Mornitz tetap bisa menemukanmu dengan mudah di Ortleg. Dengan gayamu yang sok tahu, kurasa kau memang gampang dicari."

"Hei, aku bisa selamat selama berbulan-bulan. Dan tetap bisa bersenang-senang. Kurasa itu prestasi yang lumayan."

"Karena selama musim dingin mereka malas mengejarmu sampai ke Ortleg! Begitu salju mencair, tentunya mereka datang!"

Rogas mengangguk sambil termenung, lalu tertawa. "Tetapi kau lihat, keberuntunganku belum habis, bahkan kurasa masih banyak. Aku percaya, aku tetap mampu melewati musim dingin kali ini dengan selamat."

"Setelah itu? Kau akan terus bersembunyi?"

"Jangan lupa, William, kau juga dicari mereka sekarang." Rogas tertawa terbahak-bahak. "Kau sendiri, apa yang kau inginkan? Kau mau bersembunyi, atau lari terus?"

"Aku belum memikirkannya."

"Aku punya rencana." Mata Rogas berkilat. "Kau mau dengar?"

William menatapnya lekat-lekat. "Apa?"

"Dengar, setelah nanti bekerja berbulan-bulan, kita akan mengumpulkan banyak uang. Dengan uang itu kita akan ajak orang-orang utara ini, mereka yang mau, untuk ikut dengan kita ke selatan."

"Ke selatan? Untuk apa?" Dahi William berkerut.

"Untuk membentuk pasukan kita sendiri." Rogas tersenyum lebar. "Dengan pasukan ini kita akan mendatangi markas Bellion, lalu menghajarnya, anaknya, dan juga Mornitz. Kita hancurkan mereka semua, sampai habis ke akar-akar! Basmi semuanya, sampai tak ada lagi yang bisa membalas kita hingga berpuluh-puluh tahun ke depan."

Northmen SagaWhere stories live. Discover now