Bab 20 ~ Desa Nelayan

427 115 1
                                    

William dan Rogas mendayung sepanjang malam menyusuri sungai ke utara. Bahkan saat pagi datang, walaupun lelah dan mengantuk mereka tetap mendayung. 

Rogas yang duduk di depan berkata berulang-ulang bahwa lebih baik mereka menjauh secepat mungkin, baru kemudian menghilang. Sayangnya ketika William bertanya bagaimana caranya 'menghilang', dan apakah Rogas mempunyai rencana, laki-laki itu malah tertawa.

"Justru itu yang menarik dari petualangan. Kita tidak tahu apa yang akan kita temui. Kita juga tidak tahu apa yang akan kita lakukan nanti!"

William menahan kesal. "Ini bukan petualangan. Kita sedang melarikan diri. Kita seharusnya punya rencana jika tidak ingin tertangkap."

"Aku punya rencana!" kata Rogas sok tahu. "Aku pernah dengar tentang desa-desa di utara. Kita ke sana."

Mereka mendayung tanpa henti, dan akhirnya sampai di suatu desa pada sore hari. Desa itu bernama Orulion, terletak di sudut pertemuan sungai yang tadi mereka lalui dengan sungai induknya yang lebih besar di sebelah barat, Sungai Ordelahr yang tersohor dan panjang sampai jauh ke utara.

Posisi yang strategis membuat desa ini kerap dikunjungi perahu-perahu penangkap ikan dari utara maupun selatan. Keramaiannya mirip kota kecil, tetapi karena letaknya jauh di utara, pengaruh Kerajaan Alton tidak sampai ke sini. 

Dahulu Alton memang pernah menempatkan sejumlah prajuritnya di utara, tapi tidak lama. Desa ini tidak kaya dan Alton lebih membutuhkan prajuritnya untuk menghadapi ancaman dari negeri Tavarin di selatan. 

Di utara memang ada bangsa lain yang juga berbahaya, yaitu orang-orang Hualeg, tapi bagi umumnya orang-orang Alton negeri itu jauh dan jumlah prajuritnya sedikit, tidak cukup layak untuk dijadikan sebagai ancaman bagi kerajaan. 

Jadi akhirnya Alton melepaskan wilayah utara, dan membiarkan para penduduk di sana untuk melawan sendiri jika ternyata orang-orang Hualeg datang.

Saat Rogas bercerita tentang orang-orang Hualeg William tidak mau berkomentar. Dalam hati ia merasa kesal karena Rogas terus menghina bangsa asal ayahnya itu. 

Namun ucapan Rogas ada benarnya. Dalam sepuluh tahun terakhir sudah lima kali orang-orang Hualeg datang merampok desa-desa di utara yang dilewati Sungai Ordelahr. 

William diam saja, karena ia belum ingin asal-usulnya sebagai keturunan orang Hualeg diketahui oleh orang lain.

"Jadi begini rencanaku," kata Rogas begitu mereka mengikatkan perahu ke tiang dan naik ke dermaga. Ia melirik ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan tidak ada penduduk desa yang bisa mendengar. Sebenarnya tidak ada orang lain di dekat mereka, tetapi tetap saja Rogas berbisik, seolah sesuatu yang akan disampaikannya ini sesuatu yang sangat penting. 

"Kepala desa di sini bernama Turpin—atau Taupin, ya? Beberapa minggu yang lalu kudengar ia bekerjasama dengan kepala desa lain di utara untuk membentuk pasukan sendiri, yang nanti bisa berperang seandainya orang-orang Hualeg datang menyerang. Nah, inilah kesempatan kita. Kita bisa bergabung dengan pasukan itu." 

Ia memberi satu buah pedang rampasan kepada William dan mengaitkan pedang lain ke ikat pinggangnya.

"Bergabung buat apa?" tanya William.

"Buat apa? Tentu saja buat mendapat uang!"

"Tapi kita ke utara untuk bersembunyi. Jika kita tetap tinggal di sini dan Mornitz datang, ia bisa langsung menemukan kita. Kenapa kita tidak pergi lebih jauh ke timur? Kita tinggal menyusuri anak sungai sampai ke ujungnya."

"Terus kau mau jadi apa di hutan-hutan sebelah sana? Jadi pemburu sampai tua? Kau pikir bisa mendapat uang berapa dari sana?"

"Kenapa hanya uang yang kau pikirkan?" kata William kesal. "Aku ikut kemari karena percaya omonganmu, bahwa kita bisa sembunyi dengan aman di utara! Bukan karena uang!"

"Lho? Kau sendiri juga awalnya mengusulkan, supaya kita ke selatan dan bergabung dengan pasukan Alton. Ini sama saja, kita jadi prajurit juga, hanya saja yang membayar kita sekarang adalah orang-orang desa, bukan kerajaan. Dan jangan bilang kau tidak suka uang," kata Rogas ketus. "Itu omong kosong."

"Kau yang omong kosong! Tadi pagi kau bilang kita harus menghilang, sekarang bilangnya mencari uang. Ini yang kau maksud dengan rencana? Kau hanya melakukan apa yang menguntungkan bagimu saat ini. Kau tak peduli pada orang lain. Hah! Tak aneh banyak orang yang ingin menghabisimu!"

"Hati-hati dengan bicaramu, bocah," kata Rogas geram dengan sorot mata bengis. "Aku bisa menghajarmu sekarang juga."

"Coba saja." William naik pitam. "Kau mau berkelahi? Atau beradu pedang? Aku bisa mengalahkanmu dengan mudah. Kau tahu."

"Kau tak tahu apa-apa. Cuma bocah ingusan. Kau memang kuat dan cepat, tapi aku tetap bisa menghajarmu dengan suatu cara."

William dan Rogas saling menatap. Tangan siaga di gagang pedang.

Sesaat kemudian, raut wajah Rogas berubah. Laki-laki itu menyeringai lebar. "Hei, hei, kenapa jadi begini? Kita berdua teman, kan? Santailah sedikit."

William menggeleng. "Aku baru benar-benar jadi temanmu kalau sudah bisa percaya pada omonganmu. Jadi sebelum kau melanjutkan rencanamu, lebih baik ceritakan dulu kenapa ini bisa terjadi. Hal busuk apa yang kau lakukan sehingga orang-orang itu sampai ingin membunuhmu, dan juga hal busuk apa yang ada dalam benakmu, saat kau bertemu Mornitz di kedai."

"Ceritaku bisa sangat panjang. Sekarang bukan waktu yang tepat. Dan lagi, apa maksudmu saat aku di kedai? Kau pikir aku punya semacam niat buruk? Kau kan lihat sendiri, aku dijebak oleh mereka dan mau dibunuh!"

"Menurutku, saat bertemu Mornitz di kedai, kau sebenarnya juga punya niat untuk membunuhnya, atau merampoknya. Benar? Daripada bekerja untuk dia, akan lebih menguntungkan jika kau bisa mengambil langsung saja uangnya." Ia menatap Rogas lekat-lekat, membuat laki-laki itu tercengang.

Rogas menggeleng. "Dari mana kau mendapat pikiran semacam itu?"

"Aku bisa merasakannya," William meniru kata-kata Tuan Horsling. "Bau busuknya sampai di hidungku. Kau tidak bisa berbohong padaku."

"Itu ..." Rogas tampak gugup, sepertinya benar-benar percaya kalau William bisa membaca niat buruknya saat berada di kedai. "Aku tidak berniat melakukannya! Aku benar-benar memang ingin bekerja!"

William menggeleng. "Menurutku, seperti juga sekarang, kau menyimpan setiap kemungkinan di kepalamu. Termasuk niat-niat jahat. Jadi ketika saatnya tiba, kau tinggal memilih mana yang paling menguntungkan."

"Hei, bukankah kita semua seharusnya begitu?" Rogas malah nyengir. "Maksudku, seperti itulah yang namanya pintar. Selalu punya banyak pilihan."

"Orang lain menyebutnya sebagai licik. Dan karena begitu marahnya dengan kelicikanmu, mereka sampai ingin membunuhmu. Itulah yang terjadi pada Mornitz." William menatap tajam. "Tetapi kau betul, mungkin aku harus melakukannya juga lain waktu, menyimpan banyak rencana. Asal aku tahu lebih dulu siapa musuhku."

"William, akan kuceritakan semuanya, tapi tidak sekarang." 

Rogas melirik ke kiri dan ke kanan. Pertengkaran mereka telah menarik perhatian beberapa orang. Walaupun jumlah penduduk di desa itu tidak banyak, itu awal yang buruk jika keduanya hendak bersembunyi di tempat ini. 

Northmen SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang