Bab 94 ~ Sang Dukun

198 84 2
                                    

Rumah Tamu berjarak sekitar lima ratus meter dari rumah kepala suku, dan terletak di dataran yang lebih rendah. William mendapat kamar yang cukup luas dan nyaman, yang jendelanya menghadap ke arah sungai.

Tapi belum ada pemandangan yang bisa dinikmati karena gelapnya malam. Tak lama di sana ia sudah tertidur nyenyak.

Esok paginya, begitu ia terbangun, sarapan sudah tersedia di atas meja kecil di samping pintu. Makanannya cukup banyak. Ada susu dan juga daging rusa yang tebal. Langsung saja William menyikatnya sampai tandas.

Setelah kenyang, kemudian ia duduk di teras Rumah Tamu yang menghadap ke arah sungai, menikmati pagi dan juga menunggu. Seingatnya kemarin, pagi ini Vida akan mengajaknya menemui Helga si dukun tua. Namun sampai beberapa lama gadis itu ternyata tidak datang-datang juga.

William, terus terang, sebenarnya sudah rindu padanya. Karenanya, ia kemudian sudah bersiap hendak pergi mendatangi gadis itu di rumah kepala suku. Belum sempat ia pergi, ternyata Vida akhirnya muncul.

"Maaf, aku harus menemui keluarga para prajurit yang meninggal itu."

William langsung merasa bersalah. "Apa mereka ... baik-baik saja?"

"Mereka sedih, tapi bisa menerimanya. Aku sudah memberi ganti rugi."

"Apa mereka bertanya, bagaimana para prajurit itu mati, dan siapa yang membunuhya?"

Vida memandangi William. "Apa yang kamu pikirkan?"

"Aku yang membunuh orang-orang itu, jadi kamu pasti tahu rasanya. Saat itu perang, dan memang begitulah resikonya, tapi tetap saja aku ... Menurutmu, apa tidak lebih baik aku bicara pada mereka, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan meminta maaf?"

"Tidak usah. Lupakan saja."

"Tapi ..."

"Lupakan. Atau kamu akan hancur, gara-gara perasaan bersalah itu. Apa yang terjadi bukan sepenuhnya salahmu. Itu salahku dan salah para prajuritku juga. Sudahlah. Kita membuat kesalahan, dan kalau memang kita pantas dihukum, biar para dewa yang nanti menghukum kita, dengan kematian atau apa pun, jika memang harus seperti itu." Vida tersenyum, begitu melihat William mengangguk. "Kita temui Helga sekarang, dan sebaiknya cepat, sebelum Freya datang mencari kita. Atau, kamu mau Freya ikut?"

"Tidak." William menggeleng.

Kalau Freya datang, bisa jadi gadis itu akan langsung membawa William menghadap lagi ayahnya, dan mengajaknya kawin!

Rumah yang mereka tuju letaknya cukup jauh. Mereka harus menyusuri sisi sungai kemudian masuk ke wilayah perbukitan di sebelah selatan desa. Rumah tersebut kecil dan terpencil, jaraknya dengan pemukiman terdekat sekitar seratus meter.

"Ini rumah lama Helga," bisik Vida. "Sudah bertahun-tahun tidak ditinggali olehnya, karena ia memilih tinggal di hutan."

Dia mengetuk pintu, tiga kali, lalu memanggil, "Helga, ini aku, Vida."

Pintu terbuka sejengkal. Seseorang tampak mengintip dari dalam, beberapa lama, sebelum akhirnya membuka pintunya lebih lebar.

William melihat seorang perempuan yang tampaknya sudah sangat tua, berambut putih panjang tanpa diikat, sehingga membuat tampilannya agak berantakan. Helga, perempuan tua itu memandangi William sejenak, sebelum mempersilakan ia dan Vida masuk.

Ketiganya duduk di lantai mengelilingi meja kecil, dan kembali si perempuan tua memperhatikan William tanpa berkedip.

"Helga, ini temanku, William," Vida memperkenalkan. "Dia dari selatan. Beberapa hari yang lalu kami mengunjungi rumahmu di hutan. Karena kau tidak ada, kami lalu bermalam di sana. Ternyata orang-orang Logenir datang menyerang kami. Kami bisa pergi dengan selamat, tapi aku khawatir terjadi sesuatu padamu. Untunglah, ternyata kau ada di sini."

Northmen SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang