Bab 42 ~ Pengejaran

274 93 1
                                    

William mendengus begitu rekan-rekannya hanya bisa bengong setelah mendengar ucapannya yang terakhir. Mereka pasti berpikir ia benar-benar sudah gila. Ya, sejauh ini memang sudah banyak bukti kegilaannya. Tetapi di saat-saat genting seperti ini, mungkin kegilaan itulah yang dibutuhkan. Toh selama ini ia dinaungi keberuntungan, jadi kenapa sekarang harus ragu?

"Kalian masih ingat? Orang yang berdiri di perahu mereka kemarin?" kata William lagi. "Namanya Mornir, pemimpin suku Logenir. Kalau kita bisa membunuhnya, para prajuritnya akan kacau. Mereka akan kehilangan kendali, bahkan mungkin akan kehilangan tujuan, lalu kembali ke utara." 

Ia melirik, memandangi prajuritnya satu per satu, memeriksa keyakinan mereka.

"Baik, mungkin saja begitu," kata Mullen datar. "Tapi di mana dia, orang yang kau maksud itu? Aku tidak melihatnya."

"Mungkin ada di salah satu rumah ini, sedang beristirahat. Aku akan mencarinya, dan kalau ada kesempatan, langsung membunuhnya. Kalau tidak, aku setuju dengan kalian, kita akan bergabung dengan yang lainnya untuk membuat rencana."

"Kau mau ke tengah desa sekarang?" tanya Thom. "Itu berbahaya. Hei—"

Sebelum Thom menyelesaikan ucapannya, William sudah berlari menuju rumah terdekat. Ia merasa yakin dengan rencananya dan tak mau membuang-buang waktu. 

Harus secepatnya, pikirnya, saat masih ada kesempatan.

Sasarannya adalah rumah paling besar di tengah desa, rumah Morrin. Namun sebelum sampai ke sana, ada sekitar lima orang yang sedang berbincang di depan sebuah rumah lain yang lebih dekat. Saat ia tengah mengamati, seorang prajurit Hualeg lewat di depannya, membawa keranjang besar berisi entah apa. Mungkin hasil rampokannya dari rumah Morrin.

Laki-laki itu menoleh begitu merasakan kehadiran William. Sebaliknya, William pun terkejut melihat kemunculan orang itu yang tiba-tiba. Tanpa pikir panjang ia mengayunkan pedangnya, menghantam kepala laki-laki itu. Suara kerasnya langsung memancing perhatian kelima prajurit di dekatnya.

Lima prajurit itu berlari mendekat dengan kapak dan pedang terangkat. 

Sudah kepalang basah, tak perlu bersembunyi lagi sekarang. William maju, menunduk, menghindari satu kapak kemudian merobek perut seorang prajurit dengan pedangnya. Ia berputar, mengelak, lalu menangkis serangan lainnya. Ayunan pedangnya membelah dada seorang prajurit musuh dan merobek pinggang yang lain. 

Selanjutnya ia membantu Spitz membunuh musuh yang keempat, sedangkan Thom dan Mullen membunuh yang kelima.

Seluruh kegaduhan itu terdengar sampai ke desa. Puluhan prajurit Hualeg berlari mendekat sambil berteriak-teriak kalap. 

Kali ini, betapapun William punya kenekatan tanpa batas dan percaya dengan keberuntungannya, ia tahu tak akan mungkin menang melawan musuh sebanyak itu.

"Lari!" Ia berlari ke timur menuju bukit. "Rencana gagal!"

"Hah! Ya tentu saja!" Thom mengomel. "Menurutmu?"

Ketiga rekannya berlari di samping William, melewati rumah pertama yang tadi mereka serang, sampai ke celah di antara tebing batu. Mereka terus berlari menyusuri jalan berumput yang sebelumnya dilalui oleh Boulder dan Alend. 

Mereka menerobos semak belukar, masuk semakin jauh ke dalam hutan, hingga akhirnya menyadari tak lagi mendengar teriakan orang-orang Hualeg di belakang mereka.

Di dalam hutan mereka pun berhenti dengan napas tersengal-sengal.

"Kenapa ...?" tanya Thom sambil meringis. "Mereka tidak mengejar?"

"Mungkin mereka takut masuk perangkap," William menebak. "Atau ... mungkin mereka memang disuruh bertahan saja di desa."

"Yang pasti, aku tidak melihat orang yang bernama Mornir," kata Mullen.

William mengangguk. "Sepertinya dia ikut mengejar rekan-rekan kita atau penduduk yang selamat. Mereka semua masuk ke hutan ini. Kita bisa mencari mereka, benar? Jadi berhati-hatilah. Buka mata dan telinga."

Rekan-rekannya tak membantah. Mereka masuk semakin dalam ke hutan. 

Saat mereka tengah berjalan dalam gelap, seseorang tiba-tiba muncul dari balik belukar mengagetkan mereka.

"Boulder! Apa yang terjadi?" tanya William khawatir, dalam hati bersyukur tidak sampai menebas leher temannya sendiri.

"Kami sudah bertemu penduduk desa yang mengungsi sebelum orang Hualeg menyerang," jawab Boulder. "Sebagian prajurit kita juga lari kemari."

"Kau melihat Morrin, Taupin atau Dall?"

"Morrin ada, tapi Taupin dan Dall tidak. Mereka mundur belakangan. Kata Morrin mereka lari, menarik musuh ke bagian hutan yang lain."

"Ke mana?" tanya William.

"Hutan sebelah selatan."

"Berarti kita harus ke sana," kata William gundah, memikirkan rekan-rekannya yang masih terancam bahaya. "Kita harus menyelamatkan mereka."

"Orang-orang Hualeg pasti sudah berjaga di pinggir hutan selatan. Kita tak mungkin lewat jalan tadi," Thom kembali mengingatkan William.

"Lebih baik kita bertanya dulu ke Morrin," Mullen memberi usul. "Dia pasti lebih mengenal daerah ini."

Kali ini William setuju. Ia dan rekan-rekannya segera masuk ke tengah hutan. 

Beberapa prajurit desa kemudian terlihat, tampak sedang berjaga atau bersembunyi di balik pepohonan. Mereka lalu sampai di sebidang tanah yang cukup lapang di lereng bukit. Ada banyak anak-anak dan perempuan, tapi hanya sedikit laki-laki. Morrin ada bersama mereka. William lega. Paling tidak ada cukup banyak penduduk desa yang selamat.

Morrin si Kepala Desa Thaluk bercerita, "Orang-orang Hualeg datang selepas fajar. Kami berhasil menahan mereka cukup lama, tapi jumlah mereka banyak, jadi kami akhirnya harus mundur. Aku dan sekelompok prajurit lari kemari, sementara Dall dan Taupin memancing musuh ke selatan, supaya para penduduk yang lari ke hutan ini tetap aman."

"Antar aku ke sana," kata William. "Tunjukkan jalannya."

"Mungkin kau sudah terlambat jika ingin membantu."

"Mungkin masih ada yang bisa kulakukan!"

Morrin mengangguk-angguk. "Baik. Kita pergi bersama."

William pergi bersama lima belas prajurit yang kondisinya masih cukup kuat, termasuk Morrin. Mereka bergerak melingkar di lereng perbukitan, naik ke dataran yang lebih tinggi, baru kemudian turun lagi untuk menerobos hutan. Morrin berkata, mereka semakin dekat ke tujuan. 

William percaya padanya, begitu menemukan beberapa mayat di dalam hutan. Ada mayat orang Hualeg, ada pula orang desa, yang kelihatannya belum lama mati.

Teriakan-teriakan lalu terdengar di kejauhan, disusul suara besi beradu. William langsung lari menanjak ke puncak bukit. 

Begita sampai di sana, di balik bukit tampak sekelompok prajurit desa dikepung oleh pasukan Hualeg yang jumlahnya tiga kali lipat. Ada belasan prajurit desa di sana, termasuk Rogas. Sementara Taupin sudah tumbang dengan tubuh penuh darah, terluka parah di belakang Rogas. 

Yang memimpin pasukan Hualeg adalah laki-laki tegap berambut coklat kemerahan yang bernama Mornir itu.

Ini dia. Orang yang William cari. Tak ada pilihan lain, harus sekarang.

Ia berlari kencang menuruni bukit sambil mengangkat pedangnya, dan langsung menyerang barisan belakang pasukan Hualeg. 

Pedangnya terayun, membantai dua prajurit musuh yang kaget dan belum sempat bereaksi. Pasukan Hualeg lainnya menoleh panik dan terpecah perhatiannya. Sebagian berbalik berusaha menahan serangan William dan rekan-rekannya yang baru datang, sebagian lainnya tetap berusaha mengepung Rogas dan prajuritnya. 

Jumlah prajurit desa masih tetap lebih sedikit, tetapi mereka kini di atas angin.

Northmen SagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang