Bab 4 ~ Pendekar Pedang

866 188 3
                                    

"Pendekar pedang?" Bortez membalas ucapan William dengan gaya sedikit meremehkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pendekar pedang?" Bortez membalas ucapan William dengan gaya sedikit meremehkan. "Pekerjaan macam apa itu?"

"Ya pekerjaan seperti ... seperti Rogas. Aku sering berlatih dengannya. Ia bilang aku berbakat. Cocok menjadi pendekar."

"Pendekar? Rogas? Dia itu cuma prajurit bayaran!"

"Prajurit ba ... apa?" tanya William bingung.

"Prajurit bayaran! Prajurit yang dibayar Kerajaan Alton untuk berperang melawan perampok atau pasukan musuh. Yang macam begini ada juga di negeri Tavarin, jauh di selatan sana." Bortez menggeleng-geleng. "Percayalah kata-kataku, suatu hari nanti kedua kerajaan itu akan menggunakan prajurit bayaran ini untuk saling berperang dan membunuh, padahal mungkin mereka berasal dari negeri yang sama. Dari desa yang sama! Aku tahu itu, William, karena aku pernah membuatkan pedang untuk mereka beberapa kali. Huh, pendekar apanya."

"Tapi Rogas selalu bilang kalau dirinya adalah pendekar," balas William ngotot. "Ya, begitulah. Pokoknya, uangnya cukup banyak, kan? Kalau pulang ia selalu menraktir orang-orang makan dan minum!"

"Maksudmu orang bisa lebih kaya dengan menjadi prajurit daripada menjadi pandai besi?" Bortez menggerutu. "Pemikiran bodoh macam apa itu?" Kemudian ia mengangkat bahu. "Ya, mungkin saja. Selalu ada kemungkinan. Tapi bagiku tidak penting."

"Nah, soal penting dan tidak penting, mana yang lebih penting, Paman: membuat pedang, atau menggunakannya?"

"Tentu saja membuat pedang!" Bortez mendengus. "Kalau pedangnya tidak dibuat lebih dulu, bagaimana bisa digunakan?"

"Kalau sudah dibuat lalu tidak digunakan, terus buat apa?"

"Itu ... ya pokoknya, maksudku tadi, tidak terlalu penting untuk menjadi kaya, kalau tidak berguna buatmu," tukas Bortez. "Rogas kemari membawa banyak uang, tapi lihat, buat apa? Hanya untuk dihabiskan buat minum dan berjudi. Sia-sia! Kau mengerti? Ah, sudahlah, mungkin kau belum mengerti."

"Aku mengerti. Aku bukan anak kecil. Dan aku juga tidak suka judi. Tapi kalau minum-minum sedikit boleh, kan?" William menyeringai. "Eh, tapi kalau menurut Paman, aku cocok tidak jadi prajurit bayaran?"

Bortez menggeleng-geleng lagi. "William, setahun lalu ada pedagang Tavarin yang datang dan berkata sebaiknya kau jadi pemain panggung sandiwara saja di negerinya. Dia bilang kau punya wajah yang enak dilihat dan suara yang bagus; para penonton pasti senang melihatmu. Kau ingat apa jawabanmu? Kau bilang akan memikirkannya. Tapi lihat, setelah dua bulan kau melupakannya. Sekarang juga pasti sama saja, sebentar lagi kau akan lupa pada omongan Rogas. Menurutku, sudah jelas bakatmu adalah membuat pedang. Saat aku seumurmu, aku sama sekali belum paham soal ini, sementara kau sekarang sudah hampir menguasai semua tekniknya. Kau akan hebat di sini. Itu kalau kau percaya pada pendapatku."

"Paman tidak percaya aku bisa memainkan pedang dengan baik? Menjadi pendekar? Atau prajurit bayaran?" William bersikeras.

Bortez menghela napas panjang. "Baiklah, aku percaya kau bisa. Kau bocah paling kuat dan terampil yang pernah aku lihat. Kau bisa menjadi apa saja yang kau mau. Aku pernah melihat kau berlatih pedang dengan Rogas, dan kalau ia mau jujur, ia akan mengakui kalau kau jauh lebih baik daripada dia. Tapi kau masih muda, William. Kau akan belajar nanti, mengenai dirimu sendiri, apa yang penting dan yang tidak penting. Yang baik, dan yang tidak baik. Kadang sesuatu yang kau inginkan bukanlah yang terbaik untukmu."

William mengangguk. Sepertinya kali ini ia bisa menerima ucapan Bortez. Tapi Bortez tetap tidak yakin. Tampaknya tetap ada sesuatu yang membuat pemuda itu penasaran.

"Sebenarnya ada satu hal penting, Paman, yang mendorong niatku buat menguasai pedang secepatnya."

Bortez menatapnya waspada. "Apa itu?"

"Aku mau mencari ayahku," jawab Willam, tanpa ada sedikit pun keraguan pada suara maupun sorot matanya. "Aku harus tahu kenapa ia meninggalkan aku dan ibuku. Atau kalau ia sudah mati, aku harus tahu kenapa ia mati. Kalau ada seseorang yang membunuhnya, aku harus balas membunuh orang itu."

"Hei, hei, hei!" Bortez kembali melotot. "Omongan macam apa itu? Siapa yang meracuni pikiranmu soal bunuh-membunuh? Rogas?"

"Aku bicara dengan Rogas mengenai beberapa hal. Juga dengan orang lain." William mengangkat bahu. "Sisanya kupikirkan sendiri."

"Jangan dengarkan Rogas lagi! Cacing itu, dia tak tahu apa yang dia bicarakan!"

"Tapi pekerjaan Paman membuat pedang. Mestinya Paman sudah tidak aneh dengan urusan bunuh membunuh ini. Iya, kan?"

"Ini 'kan hanya pekerjaan! Bukan berarti aku suka kalau keluarga atau orang-orang dekatku berurusan dengan hal-hal semacam itu!"

William menggeleng tidak puas. "Paman, sejak kecil aku selalu bertanya-tanya, siapa ayahku dan ada di mana ia sekarang, tapi tak pernah ada yang mau menjawab. Tidak ibuku, tidak juga kau. Aku selalu diam saat teman-temanku bergunjing mengenai ayah dan ibuku. Berani sekali mereka! Jika bukan karena nasihat Ibu yang melarangku berkelahi, sudah kuhajar mereka semua. Sekarang aku sudah besar. Tetap saja tidak ada yang mau memberitahu. Apa salah jika akhirnya aku pergi untuk mencari tahu sendiri?"

"Nak, Ibumu melarangmu berkelahi karena tahu kekuatanmu bisa membuat teman-temanmu celaka! Lagi pula ... kurasa ia punya alasan kenapa tidak mau bercerita tentang masa lalu kalian."

"Alasan itu, kau benar-benar tidak tahu, Paman?" William menyelidik.

"Aku tidak tahu! Sudah berapa kali kubilang? Kau dan ibumu datang ke sini saat kau berusia dua tahun. Ibumu tidak bilang kalian berasal dari mana. Ia tidak pernah cerita."

"Orang-orang bilang aku berasal dari utara, dari negeri yang jauh bernama Hualeg. Dari mana mereka tahu?"

"Mereka cuma menebak-nebak. Kau tahulah, gara-gara matamu yang biru dan badanmu yang besar."

"Menurut Paman, itu benar?"

"Aku tidak tahu ..."

William berubah murung. "Aku pernah dengar juga, orang Hualeg itu kejam-kejam, biadab dan suka membunuh. Paman pikir ayahku seperti itu?"

Bortez menggeleng, tidak yakin. "Mereka tak seburuk yang orang-orang bilang. Beratus-ratus tahun silam orang-orang Hualeglah yang datang membangun desa-desa di sini. Makanya daerah ini dinamakan Ortleg, bahasa Hualeg yang berarti 'tanah merah'. Sebagian orang di daerah ini adalah keturunan Hualeg, yang bercampur dengan orang-orang Alton. Maksudku, mengejek orang Hualeg sama saja dengan mengejek diri mereka sendiri. Tapi ... William, kau benar-benar ingin mengenal ayahmu?"

"Semua anak pasti ingin tahu siapa ayahnya. Jika Paman menjadi aku, Paman juga pasti ingin tahu."

"Ya. Itu benar." Bortez termenung. "Kalau begitu, mungkin kau memang harus menanyakannya pada ibumu. Tapi secara baik-baik!"

"Bagaimana kalau ia tetap menolak menjawab?"

"Ya, bagaimana kalau ia menolak?" Bortez balik bertanya, menantang.

"Aku ... tidak tahu. Kurasa ... aku akan patuh?" jawab William ragu. "Aku akan menunggu sampai ia mau menjelaskan."

"Bagus. Kau anak yang baik, William." Bortez menepuk-nepuk bahunya. "Percayalah, ibumu tahu mana yang terbaik. Ia akan mengatakannya nanti, ketika melihat kau sudah siap menerimanya."

Northmen SagaWhere stories live. Discover now