Bab 69 ~ Penjelasan Kepala Suku

205 82 1
                                    

"Tentu saja kami bertempur," jawab Federag cepat, tampak tidak senang dengan pertanyaan Vilnar yang sedikit menyinggung. "Tapi kami segera mundur begitu tahu kami kalah jumlah."

Vilnar merasa kesal dengan jawaban Federag itu dan juga cerita Patarag sebelumnya. Baginya sudah jelas bahwa niat mereka untuk bertempur hanya setengah-setengah. Itulah kenapa mereka mundur begitu cepat.

Tapi ia masih berusaha menahan diri.

Ia berkata, "Bukankah kalian yang mengirim berita bahwa kalian diserang kepada kakakku Kronar? Pasukan Vallanir pasti akan datang karena kalian adalah sekutu kami. Kenapa kalian tidak percaya?"

"Kejadiannya berlangsung begitu cepat, sehingga kami tidak sempat berpikir panjang," Federag menjawab dengan lebih lancar. "Serangan Logenir sangat berbahaya dan situasinya tidak menguntungkan. Tentu saja kami harus menyelamatkan nyawa para prajurit kami lebih dahulu."

"Kakakku Kronar dan para prajurit kami bersedia mengorbankan nyawa demi menolong kalian, karena kami percaya pada persekutuan antara Vallanir dan Andranir! Karena kami menghormati persekutuan itu!"

Wajah Federag kini memerah. Ia sudah ingin menjawab lagi, tapi Patarag mengangkat tangan meminta anaknya itu untuk diam.

"Vilnar," kata Patarag pelan. "Sekali lagi kami sangat menyesali apa yang terjadi. Kami sangat berduka dengan kematian Kronar dan seluruh prajurit kalian yang tewas. Kami harap di masa datang kami punya kesempatan lain untuk menunjukkan bahwa kami sangat menghormati persekutuan."

"Aku akan memegang kata-katamu." Vilnar mengangguk, lalu melirik Federag dan Aradril.

Kedua pemuda itu menahan napas dan melotot, pasti karena marah mendengar ucapannya yang terakhir. Vilnar paham, buat kedua pemuda itu, walau Vallanir adalah sekutu yang lebih kuat dibandingkan Andranir, Vilnar tetap cuma seorang pemuda yang seumur dengan mereka, dan tak pantas berbicara seperti itu kepada seorang kepala suku tua seperti Patarag.

Namun Vilnar yakin, Patarag dan adiknya Aasrag yang sudah lebih matang bisa segera memahami ucapan Vilnar. Ucapan tersebut memang hanya pantas dikeluarkan oleh seorang kepala suku. Tapi, dengan ucapan ini Vilnar mengirim sedikit pesan, bahwa dialah yang nanti akan menjadi pemimpin baru di Vallanir. Dengan begini Patarag akan paham bahwa ia tidak boleh salah langkah. Dengan Vilnarlah kini ia harus membina persekutuan.

Patarag mengangguk. "Vilnar, kau bisa memegang kata-kataku."

"Aku akan menyampaikan seluruh pembicaraan kita pada ayahku. Beliau selalu berharap persekutuan antara suku kita bisa langgeng. Semoga kabar ini menggembirakan hatinya. Tuan, dengan ini aku mohon diri."

Vilnar menegakkan tubuhnya, bersiap pergi.

Patarag terkejut. "Ah, Vilnar, tunggu, jangan pulang dulu. Kami bukan tuan rumah yang baik jika tidak memperlakukan tamu kami sebagaimana mestinya. Kami sudah menyiapkan makan malam dan kamar tidur untuk kau beristirahat. Menginaplah semalam, paling tidak, supaya kau dapat mengenal kami dengan lebih baik. Kau bisa pulang besok pagi."

Vilnar mengamati Patarag dan laki-laki lain di sekelilingnya, terutama Federag dan Aradril yang masih menatapnya dengan sorot mata tajam.

Apakah bijak menerima tawaran Patarag?

Ia masih belum percaya sepenuhnya pada kepala suku Andranir itu.

Namun walaupun sempat ragu, pada akhirnya Vilnar memutuskan, tidak ada ruginya jika ia beristirahat selama satu malam di Andranir. Ia meyakinkan dirinya bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ia berusaha untuk percaya pada Patarag, bahwa dia memang benar memiliki niat baik, walaupun putra kepala suku itu, Federag, mungkin tidak menyukainya.

Patarag kelihatannya gembira bisa punya kesempatan berbincang dengan Vilnar lebih lama. Ia segera menyiapkan perjamuan makan malam khusus untuk menyambut Vilnar. Seluruh keluarganya diundang, termasuk di antara mereka adalah Varda. Gadis cantik itu sendiri yang menuangkan minuman hangat untuk Vilnar, dan memberikan senyuman manisnya.

Namun sekali lagi, seperti saat pertama kali Vilnar melihat senyuman Varda, justru wajah mungil kecoklatan milik Ailene yang kemudian terbayang di benaknya. Kerinduan terhadap istrinya yang justru ia rasakan. Walau demikian tentu saja Vilnar tahu, tidaklah sopan jika tidak membalas senyuman dari tuan rumah. Maka Vilnar pun mengangguk hormat, dan memberikan senyumannya pula untuk Varda. Mestinya itu sudah cukup. Mungkin akan lebih menyenangkan jika Vilnar bisa mengajak gadis itu berbicara juga. Tapi sebaiknya tidak, lebih baik tidak. Vilnar tak berniat membuat pikirannya bercabang.

Ia melirik Patarag yang duduk di sebelahnya. Kepala suku tua itu tengah memperhatikan dirinya, terutama bagaimana reaksi Vilnar saat berdekatan dengan putrinya. Patarag sudah merencanakan semuanya, Vilnar yakin. Dan sebentar lagi Patarag pasti akan segera berbicara mengenai ini.

Perkiraannya benar. Setelah makan malam Patarag mengajak Vilnar berbincang sekali lagi, dan kali ini berdua saja, di sebuah ruangan kecil di samping ruang makan.

"Vilnar," Patarag berkata, "aku dan ayahmu telah banyak berbicara mengenai masa depan suku kita. Selama beberapa generasi, di banyak negeri, banyak persekutuan dibentuk. Banyak dari mereka yang runtuh, tapi ada pula yang bertahan lama. Satu yang dapat membuatnya langgeng adalah karena eratnya ikatan kekeluargaan di antara mereka. Maka aku dan ayahmu berpikir, sangat baik untuk membuat ikatan seperti itu juga."

Patarag mengutarakan maksudnya dengan cukup jelas, tapi Vilnar sudah menyiapkan jawaban. "Kudengar Anda menolak lamaran dari kakakku Erenar untuk putrimu Varda. Anda tidak berpikir bahwa itu mungkin mengecewakan ayahku?"

"Ayahmu memahami keputusanku. Setiap ayah menginginkan laki-laki terbaik untuk putrinya. Bagi kami, laki-laki yang kami maksud ... adalah kau."

Vilnar menggeleng. "Pujianmu terlalu berlebihan, Tuan, karena aku sama sekali tidak merasa seperti itu. Aku pernah dihukum selama tiga tahun oleh sukuku sendiri, jadi ... aku tidak sebaik yang kau kira."

Patarag tertawa. "Hukuman terhadapmu justru membuatmu dikenal semua orang. Pada akhirnya mereka tahu bahwa kesalahan tidaklah sepenuhnya ada padamu. Begitu mereka mengerti alasan kenapa kau menentang kakakmu, mereka justru malah menjadi semakin hormat padamu."

"Kalau begitu terima kasih, Tuan, atas pujianmu. Tapi satu hal mengenai persekutuan, bagiku, yang paling penting tetaplah kepercayaan."

Patarag mengangguk-angguk. "Aku setuju."

"Dan kepercayaan hanya bisa dibangun bila ada kejujuran."

"Itu aku setuju pula," jawab Patarag.

"Kalau begitu izinkan aku bicara jujur kepada Anda," kata Vilnar hati-hati. Walau apa yang akan dikatakannya pasti tak akan disukai oleh Patarag, ia berusaha untuk tidak sampai menyinggung perasaan sang kepala suku. "Varda adalah gadis tercantikyang pernah kulihat di Hualeg, dan sangat pantas mendapatkan laki-laki terbaik. Aku merasa sangat terhormat karena Anda memintaku untuk menikahi Varda, tapi maaf, aku tidak bisa memenuhinya. Aku sekarang sudah menikah dan mempunyai putra. Sekarang aku hanya bisa berdoa, semoga putrimu bisa mendapatkan suamiyang lebih baik daripada aku."

Northmen SagaWhere stories live. Discover now