Ch 16 [IND]

2.5K 42 4
                                    

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

=o^o=

"Pergi dari sini."

"Kita baru sehari di sini." Michael memutar mata bosan, meletakkan gelas kosong di wastafel dan berbalik, kemudian melangkah ke ruang tamu. Dia melayangkan pandangan ke penjuru ruangan yang tampak asing tersebut, memperhatikan semua dekorasi. "Huh, aku tak menyangka flat milik Mark akan serapi ini mengingat dia dulu sering menaruh barang sembarangan."

"Aku tak peduli dengan si brengsek itu. Keluar sekarang."

Michael mendengkus. "Kau marah hanya karena dia memelukku—kau yang sedang mengontrol tubuhku untuk membantu kita dari para ilmuwan itu? Jangan kekanakan, deh. Kita tak memiliki pilihan lain. Setidaknya untuk beberapa hari, atau minggu."

Dia bisa membayangkan Ennard sedang menggertakkan gigi saat ini, merasa kesal luar biasa. "Lebih tepatnya aku yang tak memiliki pilihan lain selain menurutimu untuk tinggal bersama pacarmu itu."

"Aku tidak—dia bukan pacarku lagi," Michael membalas dengan dahi mengerut dalam. "Dan, ya, kau yang tak memiliki pilihan lain. Aku adalah 'inangmu' dan aku bisa membuangmu begitu saja seperti sampah."

"Kau pernah berpacaran dengannya?"

"Benar."

"Yuck."

Michael mengucapkan 'heh' dengan pelan, akhirnya memilih duduk di sofa yang berada di ruang tengah. Mark sedang pergi sekarang—bekerja, sepertinya. Michael tidak tahu. Setelah Mark menawarkannya untuk tinggal selama beberapa saat di sini, dia mengambil beberapa barang dan set baju. Mereka tidak terlalu membahas apa yang telah terjadi sebelumnya.

Satu hal yang Michael sesali adalah dia tidak mungkin membawa rangka endoskeleton tersebut kemari.

"Biarkan aku keluar."

"Tidak." Michael menjawab dengan cepat dan santai, meraih sebuah penutup mata kemudian memakainya guna menyembunyikan corak kulit membusuk di mata sebelah kirinya yang telah kehilangan penglihatan. "Aku tak bisa membiarkan Mark mengetahui apa yang telah terjadi padaku karenamu."

"Jadi dia tahu apa yang terjadi pada keluargamu?"

Michael terdiam sejenak, untuk sekian kali mengerutkan dahi. "Aku rasa hanya tentang adik laki-lakiku ...." Michael menarik napas dalam dan membuangnya kecil.

"Oh, anak yang malang."

Afton sulung itu sebenarnya sama sekali tak menemukan nada apa-apa dalam balasan sang animatronik, dia kira Ennard akan mengejeknya lagi masalah hal tersebut. "Aku tak mengerti dari mana kau tahu dia meninggal," ujar Michael pelan.

"Melihatmu menangis tiap malam di kamar adikmu telah cukup memberiku petunjuk."

Jawaban tersebut membuat Michael merutuk malu.

"Kembali ke topik awal," Michael berkata, mengalihkan pembicaraan mereka. "Kau takkan keluar, tidak sampai kita pergi dari sini. Terlalu beresiko."

"Kalau begitu pergi."

Michael mendengkus. "Setelah beberapa hari, dan kau diam saja selagi Mark berada bersama kita."

"Hm?"

Michael melompat di tempat duduknya lantaran terkejut mendengar sahutan tersebut, dia segera menoleh ke belakang dan menemukan Mark berdiri di sana dengan alis yang terangkat ke atas—sejak kapan pria itu pulang?

Mark tersenyum kecil memandang ekspresi terkejut Michael, menunjukkan bahwa dia merasa geli. "Kau tak mendengarku membuka pintu tadi?"

"Tidak ...," balas Michael pelan dan kikuk, mengusap tengkuknya pelan.

"Aku dengar tadi kau sepertinya berbicara dengan seseorang," Mark berujar, menatapnya dengan penasaran sembari membuka tutup botol air mineral di tangannya.

Michael menatap pria yang sedang minum itu. "Hanya bermonolog," Michael menjawab asal.

"Oh ya?" tanggap Mark kemudian setelah selesai minum, dia menawarkan air tersebut pada Michael—Michael menerimanya dengan senang hati sebelum meminumnya. "Membuatku ingat bahwa Simon pernah ikut klub drama. Omong-omong, kau sudah makan?"

Michael tersedak air minumnya.

"Aku—uhm, uh." Michael panik sendiri, bingung mencari jawaban yang pas untuk membalas pertanyaan Mark tersebut. "Ya—aku sudah makan, benar," ujar Michael nyengir kapada Mark.

Mark mengangkat kedua alis. "Baguslah kalau begitu," dia membalas, lantas duduk bersampingan dengan Michael dan meraih remote televisi. "Kau mau nonton sesuatu, Mike?"

"Apapun asalkan jangan opera sabun murahan yang kau tonton dulu."

Dia mengabaikan perkataan Ennard, lalu mengangguk. "Tentu, kau yang punya flat dan aku hanya menumpang. Do what you want." Michael merapatkan garis bibir ketika Mark memandangnya intens setelah itu, merasa sedikit salah tingkah dan Michael memutuskan menundukkan kepala.

Kemudian dia bisa mendengar tawa Mark, dan sesaat setelah itu merasakan rambut cokelatnya diacak-acak.

"Aku tak menyangka kau berubah dari seenaknya sendiri menjadi manis seperti ini, Mike." Perkataan Mark penuh main-main dan menggoda, Michael merasakan pipinya memanas.

"Ayolah, aku masih remaja saat itu," Michael membalas malu, menyikut Mark agar tidak terlalu dekat dengannya.

Mark mendengkus geli. "Sure, whatever you say, Mike."

"Aku tak suka menjadi pihak ketiga."

"Jangan bercanda! Aku tak mungkin kembali pada si brengsek ini—dia meninggalkanku untuk gadis populer di sekolahku dulu! Aku hanya malu karena dia mengatakan itu kepadaku setelah bertahun-tahun! Aku tidak mungkin—"

"Fine—fine aku paham tidak usah dijelaskan panjang lebar!"

"Kau dulu yang mulai." Michael cemberut dalam hati, merasa kesal kepada Ennard. "Kau dulu."

"Tidak perlu mengatakannya dua kali."

"Kau dulu."

"Afton."

Michael nyaris terkikik lantaran Ennard mulai sebal kepadanya jika saja dia tidak ingat Mark sedang menanyakan film apa yang harus mereka tonton sekarang. "Terserahmu saja," Michael berkata santai, menggendikkan kedua bahunya.

"Baiklah kalau begitu," Mark membalas, mulai menyetel satu film.

"Ennard kau ikut nonton?"

"Jangan bicara padaku. Ennard.exe powering off . . ."

"Kurang ajar."

The BondWhere stories live. Discover now