Ch 29 [IND]

1.8K 33 4
                                    

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

=o^o=

Putih hampa.

Kosong.

Tidak berbatas.

Hening.

Hanya ada dirinya.

Bersama anak laki-laki.

Berhadapan.

Anak laki-laki yang memeluk erat bonekanya.

Dia yang mencengkram erat topengnya.

Air mata yang mengalir, netra sewarna langit cerah menampakkan kesedihan.

Michael terbangun dari mimpinya.

Dia terengah-engah, keringat dingin mengucur di wajah, dadanya terasa sesak. Seluruh badannya gemetar, Michael merasakan bulu kuduknya berdiri secara bersamaan dan membuatnya bergidik ngeri di dalam kegelapan kamar. Kepalanya terasa pusing, halusinasi suara mulai bermunculan membuat telinganya sakit.

"Terrance—Terrance kumohon hentikan! Aku mohon—Terrance—aku mohon jangan lakukan itu ... Terrance—tidak aku tak mau mendekat dengan Fredbear! Terrance! Terrance turunkan aku—aku mohon Terrance!"

Michael menutup kedua kuping, menggertakkan giginya kuat-kuat.

Pekikan terkejut dan keramaian yang mulai terbentuk, darah yang merembes keluar dari mulut besi tersebut, yang menetes ke arah remaja bertopeng rubah yang membeku.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Aku—aku tidak bermaksud—"

"Aku tidak bermaksud ... membunuhnya ...."

Isak tangis mulai terdengar, samar-samar. Rasanya sangat sesak, seakan tercekik. Kuku-kukunya menancap ke dalam kulit lengannya penuh kegelisahan, ujung bibirnya robek lantaran digigit terlalu keras untuk meredam tangisan.

"Dia mati karena ulahmu."

"Aku kecewa padamu."

Badannya kian gemetar, dia menarik rambut cokelatnya dengan kuat, rasa penyesalan yang menyelimuti dirinya makin menjadi-jadi.

Semua mata tertuju padanya seiring dia berjalan sembari menunduk di koridor. Semua pandangan yang terpaku padanya. Semua tatapan yang menunjukkan hal yang sama; ketidakpercayaan, ketakutan, kebencian. Semua bisikan yang mengatakan hal yang sama;

"Dia tega sekali."

"Bahkan adiknya sendiri, sangat kasihan keluarganya."

"Kecelakaan atau bukan, itu semua tetaplah salahnya."

Semuanya adalah kesalahannya.

"Pembunuh."

Pembunuh.

Pembunuh.

Pe—

"Afton!"

"Aku tidak bermaksud untuk membunuhnya!" Michael berseru parau, matanya berkaca-kaca. "Aku ... jika saja aku tidak ... ini semua salahku ...." Wajahnya disembunyikan di balik lututnya yang ditekuk hingga dada, Michael menangis tanpa suara. "Dia bisa saja tetap hidup jika aku tidak memasukkan kepalanya ... dia bisa saja tetap hidup ...."

Sesenggukan kecil menguasai keheningan di dalam kamar. Pikiran dan perasaan Michael berkecamuk layaknya badai. Terlalu banyak hal yang membuatnya sangat menyesal.

Siluet adiknya di mimpi tadi memperparah tangisnya.

Semua kekacauan yang timbul sekarang berawal dari ulahnya di masa lalu. Adik bungsunya takkan mungkin meninggal jika dia tidak memasukkan kepalanya, adik perempuannya takkan mungkin meninggal jika dia menjaganya dengan benar di tempat itu, kedua orangtuanya takkan mungkin meninggalkannya sendirian jika semua itu tidak terjadi.

Semuanya berawal dari ulahnya.

Scooper adalah karma untuknya.

"Hei, Afton, lihat kemari."

Byur!

Atau mungkin Ennard.

Michael terbatuk tepat setelah Ennard mengguyurinya dengan segelas air dingin. Matanya terasa perih oleh air tersebut, dan dia bisa merasakan hidungnya tersumbat, pakaian atasnya basah.

"Kau—kurang ajar!" seru Michael penuh amarah, namun Ennard tidak mengacuhkannya; Ennard mengambil gelas lain yang masih terisi air dan sekali lagi menyiram wajahnya. Michael tersedak oleh air yang diguyur ke arahnya, selama beberapa saat Michael kira dia akan benar-benar mati karena tersedak. "Hentikan! Kau membuat kasurnya basah—kau bodoh?!"

Animatronik itu menggendikkan kedua bahunya. "Kupikir kau perlu menyegarkan wajahmu."

Ennard benar-benar adalah karma untuknya.

"Dasar sialan," geram Michael kesal, dia membuka pakaian atasnya dan memakai kaos itu untuk mengelap wajahnya yang basah. Diam-diam Ennard melirik ke perut Michael—perbannya tidak basah, berarti airnya tidak mengenai perban itu. "Apa?"

"Apa, kau bilang?" Ennard balik bertanya dengan tak mengerti. "Kau meracau tidak jelas! Ada apa? Mimpi buruk?"

Michael mendengkus. "Bukan urusanmu."

"Akan kuanggap iya."

"Bajingan."

Selama beberapa menit Michael terdiam, hanya Ennard yang bergumam tidak jelas di hadapannya—yang Michael tahu Ennard pasti sedang menggerutu. Michael menundukkan pandangan, kedua alisnya bertautan satu sama lain menatap luka baru yang timbul karena dia menusuk kukunya ke lengan, walau begitu pikirannya memikirkan hal yang berbeda.

Tiba-tiba sebuah tangan besi menarik lengannya dengan hati-hati, membuat Michael terkesiap kaget.

"I did say to take care of your body, didn't I?"

Michael mendengkus, menghempaskan lengannya dari Ennard dan mengelus pergelangannya pelan. "Bukan urusanmu," dia bergumam. "Kenapa kau peduli? Kau hanya memanfaatkanku untuk kepentinganmu sendiri."

"Aku tak pernah mengatakan aku peduli," balas Ennard menolehkan kepalanya pada Michael, dan balasan itu membuat Michael berdecih. "Atau kau ingin setidaknya seseorang untuk benar-benar peduli padamu, hm? Kau berharap itu, Afton?"

Perkataan Ennard membungkam Michael, dia merapatkan garis bibirnya dan matanya melirik ke arah lain, dahinya mengerut dalam dan dia merasa sangat kesal.

Ennard tidaklah salah.

"Enyahlah," Michael berkata pelan, dia kembali berbaring di sisi lain ranjang yang tidak basah, membelakangi Ennard.

Beberapa saat kemudian dia mendengar suara pintu kamar ditutup, dan Michael mulai meringkukkan badannya, perasaan yang campur aduk ini takkan membuatnya kembali tertidur. Namun, Ennard tetap berada di sana dan menemaninya hingga pagi menjelang.

The BondWhere stories live. Discover now