Ch 40 [IND]

1.7K 28 0
                                    

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

=o^o=

Michael pikir dia harus menghentikan obsesinya untuk menyentuh wajah Ennard.

Entah kenapa topeng putih itu menyita perhatiannya sekarang, walau di balik topeng tersebut hanya ada wajah menyeramkan Ennard. Michael memasukkan kedua tangannya ke dalam saku samping celana, menahan niatan untuk melakukannya lagi.

Tidak lucu jika Ennard tiba-tiba terbangun.

Matanya memandang Ennard dengan intens, kedua alisnya terangkat. Secara tiba-tiba, dia berandai bagaimana rupa Ennard jika Ennard adalah seorang manusia.

Mungkin Ennard akan memiliki tubuh yang tinggi dan kulit yang sangat pucat.

Atau mungkin pendek?

Michael tersenyum sendiri, jika Ennard lebih pendek darinya pasti akan menjadi kesenangan tersendiri, dia bisa balik merundung animatronik itu.

Kemudian sebuah ide terlintas di dalam otaknya. Terdengar mustahil memang, tapi mungkin bisa terjadi jika dia menciptakan alatnya. Senyum Michael melebar, dia tahu bagaimana caranya—beruntung dirinya pernah melihat ayahnya membuat sebuah chip untuk animatronik—dan mengejutkannya juga ayahnya pernah mengajarinya saat itu. Michael hanya perlu memodifikasi sedikit chip buatannya nanti agar memiliki ilusi.

Michael kembali merasa pintar karena telah menciptakan ide ini.

Dia harus segera membuat langkah-langkahnya terlebih dahulu, mungkin juga membuat sketsanya. Michael melangkah keluar dari kamar dengan riang, tidak repot-repot menutup kembali pintu kamarnya. Michael mengambil kertas dan pena, kemudian dia melempar dirinya ke sofa.

Ujung pena telah ditorehkan ke atas kertas, Michael telah mendapat gambaran kasar untuk illusion disc ini nantinya, dan pintu rumah tiba-tiba diketuk.

Michael memandang ke pintu dengan terkejut, siapa yang memutuskan berkunjung? Dia yakin mereka tidak pernah sekalipun keluar dari kawasan rumah lama ini dan tidak bertemu dengan siapapun, bahkan berusaha untuk membiarkan bagian luar rumah terlihat terbengkalai agar orang-orang sekitar tidak curiga.

Suara pintu diketuk terdengar lagi, Michael akhirnya merasa khawatir. Dia tidak menanggapi ketukan itu, dia pikir orang yang mengetuk akan menyerah dan pergi. Namun perkiraannya salah, pintu terus diketuk tanpa henti.

Michael mengerling ke arah kamar sebentar, kemudian menatap pintu. Dia meneguk ludah, mengambil penutup matanya dan memakainya, setelah itu dia beranjak berdiri. Michael melangkah ke arah pintu depan dengan pelan, ketukannya tidak berhenti—orang ini benar-benar tak tahu kapan harus menyerah. Gagang pintu kemudian dia pegang, akhirnya dia buka hanya seperempatnya.

"Akhirnya!"

Seorang gadis, rambutnya cokelat dan matanya hitam, memakai kaos putih tanpa lengan dan rok cokelat selutut sembari memegang sebuah payung. Michael lupa keadaan di luar masih gerimis walau tidak lagi hujan, mungkin karena itu gadis ini tidak berhenti mengetuk.

"Kau tidak tahu sudah berapa lama aku menunggu."

Michael membuka pintu lebih lebar, namun berusaha untuk tidak menunjukkan perkakas yang ada di atas meja ruang tamu. "Apa?" dia bertanya cepat.

"Supermarket kami akan restock semua barang dan kami memutuskan untuk membagi produk-produk yang belum terbeli di daerah sini. Kau bisa memilih antara susu dan gula karena hanya itu yang tersisa sekarang."

Michael merapatkan garis bibir, kemudian sedikit menelengkan kepala. Dia menatap tajam-tajam gadis itu sebentar, rasanya seperti familiar. "Susu."

Sang gadis mengangguk ceria dan memberinya dua karton susu, Michael menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih atas waktu—"

"Tunggu," Michael menyela perkataannya. "Karena kalian sedang restock produk, apakah ada kemungkinan kalau kalian ... mencari pegawai tambahan?" tanya Michael dengan pelan, dia tahu betul keuangan mereka saat ini sangat terpuruk.

"Ah soal itu, sepertinya kami hanya akan menyewa seseorang selama beberapa hari saja." Gadis itu mengangkat kedua alisnya melihat Michael langsung tersenyum. "Kau tertarik?"

"Ya!" Michael menjawab dengan cepat.

"Baiklah," balas gadis tersebut mengangguk, balik tersenyum ke arah Michael. "Siapa namamu?"

Michael mengerjap. "Michael ... Emily."

Maaf, Uncle Henry, aku akan memakai namamu sementara.

"Oke! Aku sangat mengapresiasikannya!" Gadis itu nyengir, senyuman Michael perlahan berubah kikuk. Kemudian tangannya terjulur ke lelaki tersebut, Michael memandang sepasang mata hitam di hadapannya. "Namaku Lucy, Lucy Alicia Dawson."

The BondWhere stories live. Discover now