Ch 19 [IND]

2K 32 2
                                    

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

=o^o=

"Jadi, apa yang kau lakukan di rumahmu?"

Michael menoleh ke arah Mark yang memandangnya dari dapur, kemudian Michael kembali memalingkan tatapan ke arah televisi di depannya. "Tidak terlalu penting," dia menjawab santai, menyesap kopinya.

"Penting tidak penting, aku tetap ingin tahu," Mark membalas, membawa semangkuk berondong jagung ke tempatnya sebelum duduk di sebelahnya.

Nyaris saja Michael lupa dia tidak bisa makan—dia hampir mengambil berondong jagung tersebut. Ini sedikit menyebalkan, dia rindu masa-masa di mana dia akan menonton acara opera kesukaannya sembari memakan berondong jagung. Jadi Michael merengut kecil. "Hanya mengecek rumah," ujarnya.

Mark mengerling. "Rumahmu baik-baik saja, bukan?"

"Ya."

"Ada yang rusak?"

"Ada." Sekali lagi Michael merengut mengingat lubang besar di langit-langit rumahnya. Sebuah hadiah, kata Ennard. Animatronik itu memang sialan.

Mark tersenyum kecil. "Mau aku membantumu memperbaikinya?"

"Kurasa tidak perlu, aku dapat melakukannya sendiri." Michael menggeleng, dia mengangkat kaki ke sofa dan menekuk kedua lututnya hingga menyentuh dada. "Satu-satunya hambatan adalah aku tidak punya uang untuk membeli perkakas baru," keluh Michael.

"Orangtuamu tidak memberimu warisan memangnya?" Mark mengangkat kedua alisnya ke atas dengan penasaran.

Si sulung Afton itu merapatkan garis bibir dan meremas jari-jemarinya. "Orangtuaku?" dia berkata dengan suara gemetar. "Baik ayah dan ibuku menghilang begitu saja." Michael menggertakkan giginya kesal.

"Begitu saja?" Mark mengerut. "Bukankah aneh kalau mereka tiba-tiba meninggalkanmu? Mereka tidak titip pesan?"

"Aku bahkan bukan anak kesayangan mereka sejak dulu, apa yang kau harapkan?" Michael setengah menghardik Mark, agaknya merasa jengkel. Namun dia tahu Mark atau kedua teman mereka yang lain benar-benar terpisah setelah mereka lulus SMP. "Ibuku mendadak pergi di tengah malam, beberapa bulan setelahnya ayahku menghilang tanpa jejak. Satu-satunya pesan yang dia tinggalkan padaku hanyalah wasiat bodoh di kertas lusuh. Benar-benar menyebalkan." Michael tidak bisa menahan diri untuk tak komplain akan tingkah kedua orangtuanya. Bukanlah salah Michael jika dia merasa dibuang, 'kan?

Mark memandangnya dengan iba, dan Michael membenci itu. Dia menatap tepat ke televisi dan meminum kopinya lamat-lamat dengan dahi mengerut. Michael berharap Mark tidak mempertanyakan lebih lanjut, lantaran ceritanya pasti tidak masuk akal di nalar orang normal—bahwa dirinya sendiri sebenarnya telah mati, tetapi hidup kembali sebagai mayat berjalan.

Oh, jangan lupa parasit berbentuk spageti gosong bertopeng badut dengan ego dan keangkuhan melebihi tujuh langit bernama Ennard.

"Wasiat apa?"

Keinginannya tidak terkabul.

Ennard sialan.

"Sulit untuk diceritakan," Michael menjawab pelan, dia menyelonjorkan kedua kakinya lagi dan badannya merosot di sofa. "Semuanya membuatku pusing."

Mark menepuk bahunya. "Kau bisa membagi ceritamu denganku untuk membuatmu merasa lebih baik." Pria itu tersenyum kecil kepadanya, Michael memandang sang kawan lama selama beberapa saat dengan pandangan yang tak bisa diartikan.

"Pembohong. Dia mungkin hanya ingin mengambil kesempatan untuk mengolokmu jika kau bercerita padanya."

"Demi Tuhan."

"Aku tak pernah tahu kau ternyata religius."

"Diamlah, bajingan."

Michael membalas senyuman Mark dengan cengiran. "Tidak apa-apa," dia berkata, sebelum berkedip kaget saat Mark menepuk-nepuk kepalanya dengan lembut. "Kenapa kau melakukan itu?" tanyanya bingung, mengusap kembali area kepala yang baru saja ditepuk oleh Mark.

"Kau suka saat kepalamu ditepuk-tepuk," Mark menjawab dengan santai, kali ini Michael salah tingkah sedikit. "Dan kau sering memintaku untuk melakukannya."

"Dulu!" Michael membalas cepat, merasa malu. Dia lupa akan fakta bahwa pria ini masihlah mantan kekasihnya di masa lalu. "Sekarang tidak lagi," tukas Michael agak cemberut. "Mark!" protesnya kemudian saat Mark kembali menepuk kepalanya, membuatnya segera menyingkirkan tangan Mark.

Mark tergelak, Michael makin merasa jengkel. Apakah Mark mengejeknya? Ini mengesalkan.

"Kau masih manis seperti dulu."

"Ew, dia menggodamu, Afton. Mantanmu menggodamu. Pastikan kau tak jatuh pada gombalan memuakkan darinya. Atau kau akan bersikap murahan?"

"Jangan bodoh." Michael menggeram dalam hati. Ennard menambah kekesalannya saja.

"Mike." Panggilan dari Mark dibalas gumaman tak jelas oleh Michael, Mark pun melanjutkan ucapannya. "Kenapa kau selalu memakai penutup mata?"

Michael berhenti menggerutu, dia melihat Mark dari ujung ekor matanya dan dia dapat menangkap ekspresi penasaran tertera jelas di wajah Mark. Michael merasa isi perutnya jungkir balik—itu hanya perumpaan, tentu saja, Ennard tidak mungkin jungkir balik di dalam badannya. Tapi rasanya Michael memang ingin mendadak muntah setelah mendengar pertanyaan Mark. "Tidak apa-apa," dustanya gugup.

"Kenapa?"

Mark masih bersikeras akan jawaban, Michael merutuk mengingat Mark takkan menyerah begitu saja. "Tidak ada alasan khusus, aku suka saja. Seperti topeng itu." Michael mendesis selepas dia mengungkit kembali mengenai masalah topeng lamanya.

Namun Mark masih nampak tak puas. "Kau tak pernah melepas penutup matamu sejak kau tinggal di sini. Ini adalah flat-ku dan kau hidup di bawah naunganku untuk saat ini."

Mark sialan.

"Dia memang sialan, bukan? Ayo kita pergi dari sini secepatnya."

Michael tidak menggubris Ennard, dia hanya memijit pangkal hidungnya dengan lelah. "Aku sangat mengapresiasi bantuanmu, Mark, sungguh. Tapi percayalah, aku suka menggunakan penutup mata karena ... uh ... mengingatkanku pada Foxy." Michael agaknya cukup yakin dengan jawabannya, dan Mark kini juga nampak tersadar.

"Reasonable," Mark membalas. "Kau selalu menyukai Foxy."

"Foxy memang keren!" Michael menepuk dahinya, keantusiasannya terhadap Foxy sepertinya tidak mereda walau dia telah dewasa. Sekali lagi Michael merasa malu, apalagi Mark tertawa mendengar ucapan itu. "Jangan menertawaiku," rajuk Michael. "Kau tahu aku sangat suka Foxy. Dia benar-benar keren."

Ennard mendadak mendengkus, Michael tidak terlalu peduli.

"Obsesimu dengan Foxy tetap sama seperti dulu," ujar Mark dengan geli, kali ini Michael tidak protes ketika Mark mengacak-acak rambutnya. "Tapi kembali lagi ke pembicaraan sebelumnya. Biarkan aku membantumu memperbaiki rumahmu."

Michael menghela pasrah. "Aku takkan pernah bisa menolakmu, bukan."

Mark hanya tersenyum.

The BondWhere stories live. Discover now