Ch 38 [IND]

1.6K 27 1
                                    

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

=o^o=

Hingga pagi menjelang Michael masih duduk di samping Ennard, mengeratkan selimut yang entah sejak kapan menyelimuti tubuhnya. Dia berandai-andai apakah Ennard sempat aktif ketika dia tertidur—walaupun begitu, untuk apa Ennard repot-repot bangun hanya untuk mengambilkan selimut untuknya?

Itu menjadi pertanyaan di dalam benak Michael semenjak terbangun.

Kemudian dia memutuskan beranjak berdiri, melipat selimut dan menaruhnya di meja terdekat, dan pergi keluar kamar.

Michael menuju ke arah kamar mandi guna membasuh wajah yang suntuk, sekaligus menyegarkan pikiran. Dia menyalakan keran wastafel, air yang mengucur jatuh pun dia tampung dengan kedua telapak tangan sebelum mencipratnya ke wajah.

Rasanya lebih nyaman setelah dia membasuh muka, tapi pikiran janggal itu masih tertinggal. Michael mencodongkan tubuh ke wastafel untuk memandang refleksi dirinya di cermin lebih dekat.

Entah itu hanya khayalannya saja karena terlalu lelah atau bukan, Michael menangkap siluet seseorang di belakang dirinya melalui pantulan kaca—lebih kecil, lebih pendek, berperawakan anak-anak. Michael menoleh, tidak ada siapa-siapa. Apa kini dia juga dipermainkan oleh otaknya sendiri atau karena rasa bersalah yang tersisa? Dia tidak tahu.

Kembali memandang ke arah cermin, Michael terjungkal ke belakang karena terpeleset kakinya sendiri sebab rasa terkejut yang menyerang ketika refleksi dirinya berubah menjadi siluet tadi.

Kali ini penampakannya lebih jelas; kulit sepucat mayat dan kepala yang dipenuhi darah.

Dia tahu refleksi siapa itu, dia sangat mengenalnya.

Napas Michael perlahan memburu, dia pun bangkit dari lantai dengan pelan dan memastikan sekali lagi; pantulan dirinya kembali. Michael menghela berat, hal ini membuatnya pening.

"Terrance ...."

Michael tersentak di tempat, kedua matanya terbuka lebar, dan dia segera berdiri—Michael terhenyak; dia masih berada di kamar.

Apa tadi hanya sebuah mimpi?

Itu terasa sangat nyata hingga Michael tidak percaya jikalau itu hanyalah bunga mimpi belaka.

Michael mengalihkan pandangannya ke Ennard, masih diam di tempat dengan posisi yang tidak berubah sama sekali. Kemudian dia mengambil selimut di lantai; kalau Ennard yang menyelimutinya bagaimana caranya dia mengambil selimut itu tanpa bergerak sama sekali? Tanpa membuatnya terbangun mengingat dia bisa terjaga oleh gerakan sekecil apapun.

Dia memutuskan untuk tidak mempertanyakan hal sepele itu, mimpinya tadi masih terbayang-bayang di dalam benaknya. Setelah sekian lama, Evan kembali muncul di mimpinya. Michael membuang napas lelah, dia pun keluar dari kamar dan berjalan menuju ke kamar mandi, rasanya suntuk sekali hingga dia ingin membasuh wajah.

Menyalakan keran air, dia pun mencuci tangan terlebih dahulu dari air yang meluncur turun dari keran wastafel. Michael mencipratkan air ke wajahnya beberapa kali, dan merasa lebih tenang setelah melakukan itu.

Namun, rasanya seperti déjà vu.

Michael memandang ke cermin setelah mencodongkan badan ke arah wastafel—situasinya sama persis seperti di mimpinya tadi. Michael merapatkan garis bibir dan kedua bahunya mulai menegang, secara tiba-tiba suasana kamar mandi terasa mencekam dengan atmosfer yang berat. Dia kerap menatap refleksi dirinya, menanti sesuatu muncul di belakangnya.

Beberapa menit berlalu, tidak ada yang terjadi.

Si sulung Afton itu menghela untuk sekian kali. Memang benar tadi itu mimpi, ujarnya dalam hati.

Michael mencuci kembali mencuci tangannya. Tak bisa dipungkiri rasa bersalah kembali datang, pemikiran yang sama; "Jika saja aku tidak melakukan prank itu.". Michael mematikan keran, memandang air yang mengalir ke lubang wastafel.

Kenapa sangat mendadak?

Apa ini sebuah pertanda bahwa dia tidak boleh berhenti menyesal selamanya?

Michael menggigit bibir bagian bawahnya keras-keras, kedua tangannya terkepal kuat di sisi samping wastafel. Sebuah niat yang muncul dalam dirinya untuk menonjok cermin di hadapannya. Refleksi dirinya sendiri membuatnya muak.

"Apa kau bisa menghentikan apa yang telah terjadi di masa lalu? Tidak, kau tak bisa. Apa kau bisa mengubah apa yang telah terjadi di masa lalu? Tidak, kau tetap tak bisa. Fokus pada dirimu di masa kini dan berhenti berpikir seperti orang bodoh yang terus mengeluh mengenai masa lalu."

Perkataan Ennard beberapa minggu lalu tiba-tiba terlintas di benaknya, Michael menahan napas sebentar. Perkataan itu masih seolah menamparnya dengan realita, Ennard tak pernah segan untuk berbicara.

"Bagaimana jika adikmu kecewa karena kau terus menyalahkan dirimu sendiri atas insiden tak disengaja itu?"

Michael tidak mempercayai bagian itu dari ceramah Ennard, dia tidak pernah mempercayainya. Namun, mau tidak mau Michael mencoba memandang mimpinya tadi dari sudut pandang yang berbeda.

Apakah kemunculan Evan itu karena Evan hanya ingin mengecek keadaannya saja? Mungkinkah Evan mengecek apakah dirinya masih menyalahkan diri sendiri atas insiden itu? Mungkinkah itu hanya pertanda bahwa Evan tidak ingin dia terus terpuruk, dan mengetahui dia kerap menyalahkan diri sendiri, Evan merasa kecewa hingga memutuskan muncul di mimpinya?

Mungkin saja.

Walaupun Michael merasa munafik, alam bawah sadar lah yang menciptakan mimpi. Itu semua hanya keinginannya semata dari rasa penyesalannya untuk bertemu Evan kembali. Evan tidak benar-benar berkunjung ke mimpinya.

Namun itu membuat perasaan Michael sedikit lebih baik.

Dia melangkah keluar dari kamar mandi dan menuju dapur untuk membuat kopi—sepertinya akhir-akhir ini dia terlalu sering meminum kopi. Dia harus melewati ruang tamu jika ingin pergi ke arah dapur, dan penampakan endoskeleton itu membuatnya berhenti di tengah perjalanan.

Sesuatu tentang endoskeleton tersebut benar-benar membuatnya resah.

The BondWhere stories live. Discover now