186. Forgiveness

412 87 5
                                    

Selepas ditinggal oleh neneknya, Arashi terus-terusan berbaring di sofa dari siang. Mood baiknya pagi tadi langsung berganti 180 derajat dengan sekali kunjungan itu saja. 

"Myuuu."

Saat itulah datang Kuro memanggil dari bawah. Arashi mengabaikan panggilan itu dan semakin dalam menekuk tubuhnya di sofa.

"Miyuu."

Mengikuti jejak Kuro, ketiga anak kucing lainnya mendekat ke arah sofa. Mereka pun memanjat naik untuk menemui Arashi.

"Myuuu, myuuuuu."

Keempat anak kucing itu mulai menggeliat-geliat di badan Arashi. Namun, tetap tidak ada reaksi dari Arashi. Hanya ketika Kiiro menyelip masuk ke kaos baju Arashi lah, sontak dia terbangun karena kuku-kuku kecil menyentuh perutnya.

"Kalian ini!" Arashi sudah bersiap membentak dan menceramahi para anak kucing, tapi melihat wajah polos para anak kucing itu, dia pun mengurungkan niatnya.

"Haaa, apa yang kulakukan? Bodoh sekali memikirkannya sampai seperti ini."

Trululululu

Saat itulah telepon rumah berbunyi. Timing yang tepat karena Arashi juga ada di ruangan yang sama.

Tidak seperti biasanya dia melambat-lambatkan mengangkat panggilan, kali ini sebelum dering ketiga dia sudah mengangkatnya.

"Halo?"

[Ah Arashi, tumben cepat mengangkatnya.]

"Kututup yah." Arashi bersiap mengembalikan gagang telepon saat tau siapa yang menelponnya.

[Aaah, tunggu dulu Arashi! Ini penting!]

Cegat Fubuki kelabakan menghentikan tindakan anaknya itu.

"Jadi, ada apa?" Arashi pun kembali mendengarkan panggilan dari ibunya.

[Kemarin aku lupa bilang kalau nenek jauh-jauh datang kemari untuk meminta maaf. Kau tau kan siapa yang kumaksud? Lalu katanya dia ingin bertemu denganmu.]

"Haa, Ibu lupa karena kemarin terlalu semangat mau mengejekku sih. Trus soal dia, sudah kusuruh pulang setelah mendengar kemauannya."

[Jadi kau sudah bertemu dengannya yah. Kau tidak berbuat kasar padanya kan?]

Arashi terdiam sejenak. Mengingat kembali apakah tindakannya bisa dikatakan kasar atau tidak.

"Hmm, tidak." Begitulah jawab Arashi setelah menyimpulkan sendiri tindakannya.

[Sebaiknya kau jangan membenci nenekmu lagi dan maafkanlah dia.]

"Ibu sendiri juga benci dengannya kan?"

[Tidak, tidak pernah sama sekali malah. Soalnya seperti apa pun perilakunya, dia adalah orang yang melahirkan lelaki yang kucintai loh.]

Keduanya terdiam beberapa saat sampai Arashi bergumam 'hmm' panjang.

[Lu-lupakan yang tadi! Sebaiknya kau tidak mengatakan ini pada ayahmu atau kau tau akibatnya!]

"Heee, gimana yaaah. Kalau kukasih tau Ayah, mungkin aku akan dapat uang jajan tambahan," jawab Arashi sambil menyeringai.

[Dasar anak badung, orang tua sendiri pun mau diperas.]

"Begini saja, aku tidak akan memberitaunya pada Ayah, tapi ...."

[Tapi?]

"Segeralah pulang ke rumah, bayinya tidak kuapa-apakan lagi kok."

Untuk ketiga kalinya ada sunyi di antara percakapan ibu dan anak ini.

[Jangan-jangan kau kesepian?]

"Mana mungkinlah! Pokoknya cepat pulang. Lalu masalah nenek, aku memaafkannya, tapi aku tetap akan membencinya."

[Begitupun tidak apa. Kali ini kalau adik bayinya lahir kita bisa bertemu baik-baik dengan keluarga Hiiragi.]

"Kalau mau ke rumah itu aku tidak akan mau ikut ... , sudahlah aku mau menyiapkan makan malam, dah." Seccara sepihak Arashi memutuskan panggilan telepon.

Tidak disangka, Arashi bisa bersikap lembut seperti itu juga.

Pikir Fubuki dalam hatinya.


NEXT>>>

Bad Boy and His CatWhere stories live. Discover now